JAKARTA, Koranmadura.com – Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bakal bertarung sengit untuk memperebutkan posisi calon wakil presiden (Cawapres) untuk Anies Baswedan.
Partai Demokrat berupaya dengan mendorong Ketua Umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Cawapres untuk Anies Baswedan. Sementara PKS akan mendorong Sandiaga S Uno sebagai Cawapres Anies Baswedan. Keduanya akan kembali membawa narasi pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Dukungan yang diberikan oleh PKS dan Demokrat untuk Anies tentu tidak gratis. PKS dan Demokrat punya kepentingan lain, salah satunya mendorong figur tertentu sebagai cawapres Anies,” kata Arifki Chaniago dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Seasa 7 Maret 2023.
Dia meneruskan, “PKS dan Demokrat sama-sama merasa Anies ini efek elektoralnya ke NasDem, makanya kedua partai ini ingin mencari efek ini di posisi cawapres.”
Koalisi Perubahan ini memang lebih awal mendeklarasikan capres karena sudah terbentuknya komitmen dukungan dari masing-masing partai. Namun, munculnya nama Sandiaga dari PKS untuk menjadi cawapres Anies bakal memperlemah daya tawar AHY untuk menjadi cawapres. Pertarungan nama cawapres Anies bakal berlangsung alot jika tidak tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Partai Demokrat, kata Arifiki Chaniago, sepertinya harus melakukan negosiasi dengan PKS untuk menyepakati dukungan terhadap AHY. Pertarungan demokrat dan PKS yang memperebutkan posisi cawapres Anies dengan masing-masing mengusung nama bukti bahwa Anies tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan cawapresnya. Koalisi perubahan berpotensi pecah jika tidak terdapatnya komitmen bersama dalam menentukan cawapres Anies.
“Ini tentang ikhlas saja. Demokrat atau PKS yang harus ikhlas terhadap cawapres yang bakal mendampingi Anies. Nama itu keluar dari Demokrat dan PKS atau dari Anies sendiri,” ujarnya lagi.
Dia meneruskan, “Jika tidak ada kemerdekaan Anies menentukan cawapres sepertinya deklarasi yang menonjolkan Anies hanya citra di depan layar saja, namun di belakangnya masih alot dalam menentukan kesepakatan.” (Sander)