Oleh:Miqdad Husein
Penolakan kedatangan Tim Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20 selintas terlihat hanya merupakan persoalan hubungan sepakbola dan olahraga keseluruhan dengan politik khususnya dukungan Indonesia pada kemerdekaan Palestina. Pemikiran seperti itu jelas merupakan simplifikasi masalah yang menganggap seakan sepakbola hanya sekedar sebuah permainan.
Kajian selintas saja dalam pelaksanaan pertandingan apalagi event sepakbola sekelas Piala Dunia, banyak variabel terkait langsung maupun tidak langsung. Kedatangan pemain dan penonton dari manca negara dalam jumlah besar secara bersamaan saja memberi pemaparan betapa penyelenggaraan event sepakbola demikian kompleks. Belum lagi kaitan pengelolaan sepakbola modern yang kini telah mewujud menjadi industri, yang melibatkan dan terkait banyak pihak. Dengan event berjalan normal saja kompleksitas sangat luar biasa apalagi jika harus menghadapi kontroversi kehadiran Tim Israel.
Secara normatif penolakan kehadiran Israel merupakan merupakan amanah alinea pertama UUD 1945. “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan.”
Sampai saat ini Indonesia konsisten pada komitmen solidaritas terhadap perjuangan Bangsa Palestina atas perlawanan menghadapi aneksasi, penjajahan dan pembunuhan yang terus dilakukan oleh Israel terhadap Bangsa Palestina. Semuanya memiliki tauladan sejarah sejalan kebijakan politik yang pernah ditempuh Presiden Soekarno dalam menempatkan delegasi olahraga dari Israel.
Apa yang telah dilakukan Presiden Soekarno ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asien Games 1962 merupakan jejak sejarah. Pemerintah Indonesia saat itu tidak memberikan visa kedatangan delegasi Israel, yang berakibat Indonesia lebih memilih membayar denda kepada Komite Olimpiade Dunia daripada harus menerima delegasi atlet Israel. Semuanya merupakan perwujudan konsistensi Indonesia dalam melawan dan menghapuskan segala bentuk penjajahan dan kolonialisme di permukaan bumi.
Kita memahami gairah dan semangat untuk memajukan sepakbola nasional melalui penyelenggaraan Piala Dunia U20. Namun, usaha dan upaya keras itu tidak boleh mencampakkan amanah UUD 1945 serta perwujudan riil yang telah dicontohkan Presiden Soekarno. Konsistensi Indonesia dalam melawan dan menghapuskan segala bentuk penjajahan tidak boleh bergeser oleh kepentingan apapun.
Sebagaimana terjadi pada moment Asian Games 1962 ketika pemerintah memilih membayar denda, keputusan penolakan Tim Israel saat ini “dibayar” dengan berakibat pembatalan Indonesia sebagai penyelenggara Piala Dunia U20. Sebuah konsekuensi yang mungkin saja mengecewakan para pecinta sepakbola.
Namun, kekecewaan itu diyakini sebagai pilihan terbaik -sekalipun tetap pahit- yang dapat menghindarkan bangsa dan rakyat Indonesia terperangkap perdebatan berkepanjangan yang potensial dapat menjadi bibit-bibit konflik sosial.
Kehadiran Tim Israel, sudah pasti akan mudah sekali memicu emosi masyarakat yang telah demikian lama geram dan marah terhadap tindak tanduk kekejaman Israel terhadap Bangsa Palestina. Kita tidak ingin aora konflik Tim Israel terbawa ke Indonesia, sehingga menimbulkan konflik antar anak bangsa.
Kita meyakini, masyarakat yang sungguh-sungguh mencintai Tim sepakbola nasional jika misalnya Tim Israel datang akan mampu bersikap profesional. Akan menjaga kehormatan negeri ini dengan menjadi tuan rumah yang baik. Demikian pula, masyarakat yang mencintai negeri ini, akan bersikap sebagai tuan rumah yang baik sekalipun mungkin tetap geram dengan negara Israel.
Namun, jangan lupa, kedatangan Tim Israel bukan hal luar biasa jika dimanfaatkan para oportunis, petualang politik, yang selama ini membentuk sel-sel tidur untuk menimbulkan berbagai konflik di negeri ini. Mereka akan memanfaatkan kemarahan dan kegeraman masyarakat kepada Israel sebagai pemantik berbagai tindakan kerusuhan yang ujungnya untuk menciptakan konflik sosial. Inilah bahaya tersembunyi yang kadang tak disadari bila Tim Israel datang ke negeri.
Sejatinya, sekalipun FIFA dan PSSI memiliki aturan bahwa sepakbola tidak boleh dicampurbaurkan dengan politik, pada tataran aplikatif ketika berhadapan dengan realitas sosial empirik, akan sulit menghindari persambungan itu. Apalagi ketika ada pihak-pihak yang dari sejak awal sengaja ingin memanfaatkan semangat cinta kemerdekaan dan perlawanan pada kekejaman Israel dimanipulasi untuk kepentingan politik instan dengan memantik tindak kekerasan yang berujung konflik sosial.
Sangat dipahami kecintaan masyarakat kepada Tim Sepakbola Nasional. Namun mereka pun perlu menyadari dan memahami bahaya tersembunyi bila Tim Israel dibiarkan datang. Bukan hanya impian kemajuan sepakbola akan hancur, negeri pun dapat tercabik konflik sosial, yang sangat mungkin diawali memanfaatkan dan membungkus ambisi kepentingan politik dengan kebencian kepada Israel. Persatuan dan kesatuan serta kedamaian negeri ini untuk melindungi keselamatan rakyat tidak dapat ditukar dengan kepentingan apa pun.