Beberapa hari terakhir ini, usai idul fitri (lebih-lebih jelang lebaran ketupat) musim kembali basah, hujan kerap turun menyapa bumi. Rutin datang saat pagi. Sebagian orang yang masih memanfaatkan silaturahmi juga tak kunjung sepi. Apalagi, di hari raya ketupat, jalanan sungguh padat.
Iya, seperti biasa, setiap lebaran ketupat, warga tak hanya makan ketupat bersama, tetapi juga ada hajatan rutin, yakni mengunjungi destinasi wisata bersama sanak keluarga.
Tanda-tanda itu mulai terlihat H-3 lebaran ketupat. Pantai Lombang misalnya, dari jalan raya Gapura, Andulang hingga Longos lalu lalang kendaraan silih berganti. Terpantau mulai berarak dan berdesak. Apalagi hari ini, 29 April 2023, wisata unggulan itu mulai sesak hingga berasak-asak.
Kenapa Lombang? Karena wisata yang satu ini memang menyuguhkan pemandangan yang indah. Saat pagi hari misalnya, kita bisa menikmati siluet mentari yang mencuri hati. Apalagi di waktu sore, sebelum matahari terbenam, sunsetnya begitu memesona dan memanjakan mata. Ditambah ombaknya yang tenang, kita bisa bermain air dan berenang.
Itu hajatan rutin yang tak pernah alpa dirayakan tiap tahun. Lombang dipastikan jadi tempat yang diburu pengunjung, mulai wisatawan lokal, regional hingga nasional. Bahkan jauh-jauh hari sebelumnya, beberapa dari mereka sampai membangun tenda.
Beragam kegiatan jua digelar. Seperti kemarin lalu, ada even Festival Layang-Layang LED. Bupati hingga jajaran kepala dinas bermalam sembari menikmati rimbunya cemara udang yang menjulang tinggi hingga pasir putih yang halus nan lestari.
Namun, catatan jurnalistik ini bukan soal festival, tetapi soal pesona Lombang yang “seolah” sirna ketika suara-suara sumbang tak pernah lekang. Iya, ini soal jalan. Berlubang dan bergelombang. Dari pintu masuk pantai, kita sudah disuguhi jalan rusak, lubang-lubang yang bikin kendaraan “bergoyang”.
Belum cukup sampai masuk pintu gerbang, akses jalan menuju wisata juga sedang tidak baik-baik saja. Sebut saja ketika para pengunjung hendak melewati jalan raya Longos (pertigaan pasar) yang langsung menjurus ke lokasi, di beberapa titik rusak; terjal dan lubang-lubang menganga. Akhirnya, mau tidak mau mereka mencari jalan lain; melewati pertigaan di Desa Andulang menuju Batang-Batang Daya dan Legung.
Padahal kalau melalui jalan ini cenderung lebih jauh, harus menempuh perjalanan sekira 29 menit atau sekitar 18 km lebih. Sementara kalau melalui jalan Longos ke Pasar Candi, kemudian langsung pantai Lombang hanya ditembuh sekitar 14 km atau sekitar 25 menit.
“Saya tiga tahun yang lalu pernah ke sini, tapi jalannya tetap seperti ini. Meskipun, kami merasa senang ketika sampai di lokasi,” ucap Qori, salah satu wisatawan asal Sidoarjo.
Pengunjung lain asal Jombang juga mengatakan serupa. Ia mengaku sangat heran, kenapa pantai seindah Lombang, jalannya dibiarkan merana. “Kita seperti sedang bergoyang mas ketika di atas kendaraan. Tak adakah solusi untuk mengatasi itu semua,” kata Fakhrurrozi
Jalan berlubang di lombang bukan sekadar omong kosong, tapi memang fakta. Pantauan kami, koranmadura.com, jalan memang menuju lokasi kurang aman dan nyaman. Mulai dari timur Desa Andulang, kemudian melalui pertigaan pasar Longos, Banuaju, hingga perempatan pasar Candi.
Yang bikin nyesek ketika memasuki gerbang pantai menuju lokasi. Ah, tidak seperti wisata-wisata di luar Sumenep. Meskipun di pedalaman, akses jalan bukan (ter) belakangan.
Disbudporapar sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kenyamanan wisatawan mengaku tak pernah bosan untuk selalu berikhtiar. Salah satunya selalu mengusulkan melalui APBD. Meskipun untuk jalan-jalan itu adalah wilayah PUTR.
“Iya mas, kemarin sudah kami usulkan lagi, semoga PAK bisa tercover. Semoga sesegera mungkin,” kata Kadisporapar, Mohammad Iksan saat dihubungi via WhatsApp. (SOE)