JAKARTA, Koranmadura.com – Negara berkembang masih mengalami risiko scarring effect sebagai dampak pandemi Covid-19, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri acara ‘Dialogue with Partner Countries at the G7 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting: Tackling Immediate Challenges Facing Developing Countries’, di Niigata, Jepang, Jumat (12/5/2023) waktu setempat.
“High-cost financing juga menjadi salah satu tantangan berat. Di sinilah peran vital G7 dan G20 dalam mendorong dan mengharmonisasikan berbagai kebijakan,” tutur Sri Mulyani, seperti dilansir kemenkeu.go.id.
Menkeu melanjutkan bahwa multilateral development bank pun perlu meningkatkan kapasitas untuk mengatasi permasalahan global seperti perubahan iklim, krisis pangan, dan pandemi.
“Indonesia bersama negara anggota G20 telah membentuk pandemic fund untuk menguatkan kemampuan dan kesiapan negara berkembang dalam merespons risiko adanya pandemi selanjutnya secara lebih baik,” ucap Menkeu.
Sementara itu, pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur, lanjut Menkeu, juga perlu mendapat dukungan dari negara maju. Pendanaan infrastruktur yang terjangkau akan sangat membantu negara berkembang dalam memacu pertumbuhan ekonominya. (Kunjana)