JAKARTA, koranmadura.com – Ketua DPR RI Puan Maharani memainkan peran penting dalam mendorong isu pekerja migran di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo 10-11 Mei 2023 lalu. Apalagi Puan menjadi Presiden ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA).
“Perhelatan KTT ASEAN ke 42 telah berakhir. Salah satu isu penting yang diusulkan oleh Indonesia dan dibawa oleh Ketua DPR RI adalah perlindungan pekerja migran dari dan ke negara ASEAN,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana, Sabtu 13 Mei 2023.
Menurut Hikmahanto, isu pekerja migran ini sangat penting karena banyak pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di negara-negara ASEAN.
AIPA sendiri turut menjadi peserta dalam KTT ASEAN ke-42 yang baru saja selesai digelar di Labuan Bajo, NTT. KTT ASEAN ke-42 dihadiri kepala negara/pemerintahan, pimpinan parlemen, serta jajaran kementerian negara-negara Asia Tenggara.
Dalam salah satu sesi pleno di gelaran tersebut, terdapat agenda pertemuan kepala negara dan pimpinan parlemen ASEAN yakni Interface ASEAN-AIPA. Forum tersebut merupakan forum penting sebagai wadah dialog dan kerja sama antara para pemimpin negara dan parlemen ASEAN yang tergabung dalam AIPA.
Pada agenda Interface ASEAN-AIPA yang diselenggarakan pada Rabu 10 Mei lalu, Puan menyampaikan rekomendasi yang telah disusun AIPA untuk kepala pemerintahan negara-negara Asia Tenggara. Puan membacakan AIPA Message di hadapan 11 pimpinan negara ASEAN.
Secara khusus, delegasi DPR RI yang dipimpin Puan mengangkat isu perlindungan PMI dan maraknya PMI yang menjadi korban kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di ASIA Tenggara. Isu tersebut dinilai memang perlu diangkat dalam forum-forum internasional.
Sebab berdasarkan data Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, terdapat empat wilayah di Asia Tenggara yang masuk daftar hitam perdagangan manusia, yakni Vietnam, Kamboja, Brunei Darussalam dan Malaysia. Keempat negara tersebut masuk kategori terburuk untuk kasus perdagangan manusia.
“Baru-baru ini migran Indonesia mendapat masalah di Myanmar dan Kamboja karena mereka bekerja di negara tersebut namun tertipu dan mengarah pada obyek perdagangan manusia,” tambah Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
Hikmahanto menilai upaya Puan bersama DPR yang mengangkat isu PMI dan TPPO pada perhelatan KTT ASEAN ke-42 sudah tepat. Sebab diplomasi parlemen dapat membantu upaya Pemerintah dalam mengatasi permasalahan PMI yang kerap menjadi korban kejahatan transnasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
“Oleh karenanya sudah sepatutnya negara-negara ASEAN membahas masalah ini dan mencari solusi yang didasarkan pada kerjasama sejumlah negara,” ujar Hikmahanto. (Sanderi)