JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPR RI Puan Maharani mengecam keras praktik staycation (menginap di hotel) yang dilakukan para pimpinan sebuah perusahaan di Cikarang bersama karyawati perusahaan tersebut. Praktik ini sebagai syarat bagi karyawati untuk memperpanjang kontrak kerja.
Puan menilai, tindakan ini sebagai bentuk eksploitasi terhadap karyawan perempuan. “Jelas ini sudah merupakan tindakan kekerasan seksual dan saya sangat mengecam tindakan tersebut. Bukan hanya melakukan pelecehan seksual, tindakan tersebut juga telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dan merupakan bentuk eksploitasi,” ujar Puan Maharani, Jumat 5 Mei 2023.
Karena itu Puan Maharani meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Pelakunya pun harus diberi hukuman tegas dan seberat-seberatnya untuk menciptakan efek jera.
“Tidak ada kata ampun untuk tindakan kekerasan seksual. Semua pekerja berhak mendapat jaminan dan penghidupan yang layak tanpa ada embel-embel syarat, apalagi syarat amoral seperti ‘tidur bareng bos’,” tegasnya.
Puan menyebut, stereotipe gender dan budaya patriarki yang masih menjadi momok di lingkungan kerja harus diatasi dengan berbagai pendekatan. Ia juga menilai, praktik kekerasan seksual di lingkungan kerja juga banyak terjadi karena adanya faktor relasi kuasa.
“Kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di tempat kerja seringkali merupakan relasi kekuasaan dan kontrol oleh beberapa orang di kuasa kerja seperti rekan kerja, atasan, atau klien,” ungkap Puan.
Selain regulasi dari negara, seluruh perusahaan diajak untuk memiliki regulasi internal yang mengatur perlindungan dan kesetaraan bagi perempuan, termasuk dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan. Puan mengatakan, regulasi dari internal perusahaan dapat memutus mata rantai kasus pelecehan seksual di lingkungan pekerjaan.
“Seringkali korban tidak bisa melawan karena adanya relasi kuasa itu. Ini yang harus diputus melalui ketegasan pihak manajeman, pengawasan dari Pemerintah, serta kesadaran dari semua pihak soal isu perlindungan terhadap pekerja perempuan,” jelasnya.
Dia meneruskan, “Kesadaran semua pihak itu setidaknya akan mengurangi praktik-praktik kekerasan terhadap pekerja perempuan yang rentan mendapat pelecehan seksual.”
Menurut Puan, diperlukan sosialisasi dan edukasi yang lebih masif mengenai produk-produk hukum dan aturan dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Salah satunya adalah Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Jangan sampai ada lagi kekerasan seksual di lingkungan kerja. Perempuan berhak mendapat keamanan dan kenyamanan saat bekerja. Tidak boleh ada diskriminasi karena perempuan berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam karir tanpa ada syarat apapun,” tegasnya.
Puan mendorong pemerintah dan pihak penegak hukum serta lembaga ketenagakerjaan menerapkan UU TPKS secara maksimal. Ia mendorong Pemerintah untuk mempercepat pembentukan aturan turunan UU TPKS sehingga peraturan terkait pencegahan dan penyelesaian kasus tindak kekerasan seksual dapat diimplementasikan dengan efektif oleh para pemangku kepentingan.
“Harus ada sinergi lintas sektoral, baik antar kementerian/lembaga, penegak hukum, dan bekerja sama dengan organisasi masyarakat agar aturan dalam UU TPKS dapat berjalan. Tentunya termasuk dengan pelaku industri untuk memastikan kekerasan seksual tidak terjadi di lingkungan kerja,” papar Puan. (Sander)