JAKARTA, Koranmadura.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua Fraksi DPR RI atas berbagai masukan dan pandangan serta persetujuan dari seluruh Fraksi untuk melanjutkan pembahasan Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2024 sebagai acuan dalam Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN Tahun 2024.
Menkeu menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (30/5/2023). Dokumen KEM PPKF merupakan dokumen resmi negara berisikan ulasan tentang gambaran dan skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal.
Dalam kesempatan itu, Menkeu menanggapi bahwa pemerintah memandang asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3-5,7% dapat dicapai di tahun 2024. Menurutnya, prospek pertumbuhan ekonomi global di tahun 2024 diperkirakan membaik sejalan dengan moderasi harga komoditas dan mengalami akselerasi dari sebelumnya 2,8% di tahun 2023 menjadi 3,0% di tahun 2024.
Dari sisi domestik, Menkeu menilai aktivitas konsumsi juga diperkirakan akan menguat sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak menurutnya juga akan turut mendorong aktivitas perekonomian.
“Percepatan pelaksanaan agenda reformasi struktural yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat terus memperbaiki iklim investasi dan bisnis di Indonesia sehingga mampu mendorong daya tarik investasi yang lebih besar,” tutur Sri Mulyani seperti dilansir kemenkeu.go.id.
Sebelumnya, Menkeu yang mewakili pemerintah juga telah menyampaikan KEM PPKF Tahun 2024 pada Jumat, 19 Mei 2023 kepada DPR RI. Ia memaparkan usulan kisaran indikator ekonomi makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2024, yakni pertumbuhan ekonomi 5,3-5,7%, inflasi 1,5-3,5%, nilai tukar Rupiah Rp14.700-Rp15.300 per US$, tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 6,49-6,91%, harga minyak mentah Indonesia USD75-USD85 per barel, lifting minyak bumi 597 ribu-652 ribu barel per hari dan lifting gas 999 ribu-1,054 juta barel setara minyak per hari. Atas KEM PPKF tersebut, Fraksi-Fraksi memberikan pandangan pada 23 Mei 2023.
Sejalan dengan itu, Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Johan Kasim menerangkan beberapa isu fundamental dalam perekonomian Indonesia yang dibahas dalam KEM PPKF. Pertama, dari sisi struktur perekonomian dan porsi sektor manufaktur terhadap perekonomian. Kedua, kualitas pendidikan dan prevalensi stunting dalam struktur SDM di Indonesia. Ketiga, perbaikan regulasi untuk mendorong investasi dan daya tarik perekonomian Indonesia.
Selain menyajikan pandangan tentang sisi makro dan fiskal Indonesia, KEM PPKF juga bermanfaat untuk menjadi acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam memformulasikan kebijakan serta usulan anggaran di tahun mendatang secara lebih efektif dan bersinergi.
Oleh sebab itu, proses penyusunan KEM PPKF dilakukan dengan secermat mungkin dengan mempertimbangkan hasil evaluasi, analisis, dan kajian dari internal Kementerian Keuangan, serta mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
“Penyusunan KEM PPKF selalu dimulai dengan diskusi baik mengenai gambaran perekonomian global maupun domestik dengan akademisi, pelaku usaha, serta lembaga-lembaga internasional sehingga kita mempunyai gambaran utuh apa yang akan terjadi di dunia dan apa yang akan terjadi di masyarakat,“ ujar Johan.
Selain mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, paparan KEM PPKF yang telah disusun juga akan mendapatkan masukan dalam rapat pimpinan di Kementerian Keuangan, rapat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bappenas, serta Sidang Kabinet.
“Menurut pengamatan kami, seluruh parlemen sangat mendukung udah sangat suportif terhadap agenda yang disampaikan melalui KEM PPKF. Ini adalah isu besar perekonomian kita sehingga tidak mungkin hanya diselesaikan saat ini, perlu terus untuk dilanjutkan dan diperkuat di masa depan,” ungkap Johan.
Ia juga mengungkapkan, apa yang dilakukan pemerintah dan DPR sejauh ini telah selaras. Hal ini tampak dari diterbitkannya berbagai regulasi besar dan penting terkait agenda reformasi struktural dan reformasi ekonomi. DPR telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021 dan mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada 2023. Keduanya merupakan regulasi penting untuk mendukung reformasi struktural.
“Secara umum pandangan pemerintah dan DPR sama. Pembahasan nanti ke depan yang kita antisipasi adalah diskusi mengenai langkah-langkah yang perlu diambil. Itu pasti akan menjadi diskusi hangat antara parlemen dan pemerintah. Namun secara narasi besar, antara pemerintah dan parlemen sudah sangat sejalan,” tutur dia. (Kunjana)