Oleh: Miqdad Husein
Julukan kepada Anies Baswedan sebagai sosok ahli tata kata memang sulit terbantahkan. Kemampuan mengolah kata dari sosok mantan gubernur ini, seakan menjadi ciri melekat sehingga mengesankan sebagai hobinya. Ya sebatas melemparkan berbagai istilah, yang menyesatkan. Kadang juga membuat pendengar atau pembaca terpingkal-pingkal.
Masyarakat tentu ingat ketika Anies ingin mengubah rumah sakit menjadi rumah sehat. Lalu, melontarkan istilah naturalisasi yang sekedar membedakan dengan program normalisasi Ahok. Entah berapa banyak lagi ‘permainan’ kata-kata yang dilontarkan Anies.
Yang terbaru ketika Anies Baswedan melontarkan pernyataan ‘lebih senang mengerjakan proyek bersama rakyat ketimbang kontraktor.’ Pernyataan ini menggelikan dan menggambarkan betapa Anies sibuk mengatasnamakan rakyat dengan logika kacau.
Apa iya proyek dikerjakan rakyat tanpa kontraktor. Memangnya, kerja bakti untuk membenahi hal-hal sekitar lingkungan warga seperti membersihkan selokan. Lha, membangun rumah sendiri saja, perlu tim tukang, yang sebenarnya merupakan kontraktor dalam bentuk sederhana. Terlihat jelas pernyataan Anies sekedar bualan untuk meraih simpati rakyat dengan cara pembodohan memalukan.
Kata bersama rakyat di sini sekedar retorika manis. Sayangnya, lebih sebagai upaya mengibuli melalui penyesatan opini dan pengaburan makna serta mengaburkan pemahaman.
Yang terlihat terkesan hebat ketika bersama Karni Ilyas bicara pembangunan jalan tol dengan mengajak rakyat sebagai pemegang saham. Benar-benar menggambarkan betapa Anies hanya sibuk beretorika tanpa memahami masalah riil.
Anies rupanya tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa salah satu kendala pembangunan jalan tol adalah pembebasan tanah atau lahan. Bukan hanya mahal tetapi juga alotnya negosiasi. Melalui pembayaran uang tunai saja ruwetnya luar biasa, apalagi melalui tawaran saham, yang keuntungannya belum pasti atau minimal perlu waktu relatif lama.
Anies lupa bahwa lahan masyarakat yang diganti uang itu bertujuan dipergunakan kembali membeli lahan baru, tempat tinggal baru. Lha kalau dalam bentuk saham, masyarakat yang lahan atau tanahnya kena gusur mau tinggal di mana? Dibohongi lagi rakyat seperti DP 0. Naudzubillah.
Usulan agar daerah yang dilewati tol mendapat bagian dari ‘bisnis’ tol melalui penyertaan saham tak kalah menggambarkan betapa Anies tidak mengerti tentang APBD. Seluruh APBD di negeri ini, kecuali beberapa daerah, mendapatkan dana transfer dari pusat. Tujuannya untuk menggerakkan ekonomi daerah. Apa jadinya jika kemudian harus dijadikan saham pembangunan tol dengan keuntungan belum pasti serta waktu yang lama.
Selama ini pemerintah sudah kesal ketika banyak pemerintah daerah menyimpan uang di bank sehingga serapan anggaran rendah yang berakibat dinamika ekonomi daerah tersendat. Lha, sekarang disuruh lagi oleh si ‘ahli kata-kata’ disertakan dalam pembangunan tol. Disimpan di bank saja, yang mendapat bunga pasti menghambat perkembangan ekonomi daerah apalagi disertakan sebagai modal pembangunan tol. Logika sangat menyesatkan.
Jika Anies berpikir untuk kepentingan daerah, dana transfer ke daerah setiap tahun itu apa? Semuanya kan dari antara lain pajak pengguna tol, termasuk keuntungan dari penyelenggaraan jalan tol.
Bualan-bualan manis penuh retorika ini sayangnya kurang dipahami masyarakat. Seakan sebagai bentuk perjuangan keadilan. Padahal menyesatkan. Merupakan logika ngawur bahkan dapat menyengsarakan masyarakat. Sayang sekali Karni Ilyas seperti kehilangan kecerdasan untuk mempertanyakan berbagai retorika menyesatkan Anies Baswedan.***