JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengapresiasi berbagai upaya pemerintah pusat dalam mengentas kemiskinan di seluruh Indonesia lewat berbagai program di kementerian dan dan badan.
Hanya saja, upaya-upaya itu sifatnya masih karitatif dan kuratif serta belum menyelesaikan akar masalah sesungguhnya. Sebab, pendekatan yang dilakukan pemerintah hanya mengobati gejala dari suatu penyakit yang sesungguhnya.
Hal itu ditegaskan AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR 2023 di Senayan Jakarta, Kamis 16 Agustus 2023.
“Karena persoalan yang sesungguhnya dan paling mendasar adalah kita sebagai bangsa telah kehilangan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita sebagai sebuah bangsa,” ujarnya.
Dia meneruskan, “Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan proklamasi kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.”
Tekad bersama, kata LaNyalla, hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini. Dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan. Mampu memberikan rasa keadilan dan menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa.
“Para pendiri bangsa kita, dengan menyadari berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui pikiran jernih, dan niat luhur, telah merumuskan Azas dan Sistem Bernegara yang dilandasi oleh sebuah nilai yang digali dari bumi Nusantara ini. Nilai yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka, yaitu Pancasila,” tegasnya.
Sistem
Menurutnya, Pancasila sudah dirancang oleh para pendiri bangsa sebagai sebuah sistem yang memanusiakan manusia, merajut persatuan, mengutamakan musyawarah perwakilan, dan berorientasi kepada keadilan sosial.
“Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, bangsa yang lahir dari sejarah panjang bumi Nusantara ini,” ujarnya.
Sayangnya, lanjut mantan Ketua Umum PSSI itu, sistem tersebut belum pernah secara benar diterapkan baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Lebih celaka lagi, sistem tersebut dihapus dan dikubur pada era reformasi, melalui amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002.
Amandemen-amandemen itu, lanjut dia, membuat Indonesia semakin meninggalkan Pancasila. “Karena faktanya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa profesor di sejumlah perguruan tinggi, ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi,” paparnya.
Dia meneruskan, “Perubahan isi dari pasal-pasal dalam konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat individualisme dan liberalisme.”
Oleh karena itu, kata LaNyalla, DPD RI menyambut baik kehendak MPR RI untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem bernegara sebagai sebuah jalan keluar untuk memberikan ruang bagi bangsa dan negara ini untuk merajut mimpi bersama, guna melahirkan tekad bersama guna mempercepat terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini.
“Karena bagi kami, perubahan global akan memaksa semua negara untuk semakin memperkokoh kedaulatannya sebagai sebuah negara. Terutama dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti serta dipenuhi dengan suasana turbulensi,” paparnya lagi.
“Dan untuk memperkokoh kedaulatan sebuah negara, memerlukan tekad bersama, membutuhkan kerjasama, semangat kejuangan, dan sumbangsih positif, serta keterlibatan semua elemen bangsa tanpa kecuali dan tanpa syarat,” imbuhnya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara yang lebih sempurna. Yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan. (Sander)