Oleh MH. Said Abdullah
Banyak pertanyaan mengemuka. Apakah PDI Perjuangan akan terpengaruh berbagai manuver dari kader, yang tidak sejalan dengan kebijakan partai? Adakah pengaruh signifikan keluarnya satu dua orang kader PDI Perjuangan?
Jawaban atas deretan pertanyaan itu cukup membuka rekam jejak perjalanan PDI Perjuangan dalam blantika politik nasional. Terutama sejak menghadapi jelaga dan kendala berbagai tindakan represif dan anarkis rezim otoriter Orde Baru sampai era kekinian.
Pasca Pemilu 1999, beberapa tahun lalu, satu dua tiga kader terbaik PDI Perjuangan keluar dan membentuk partai baru seperti Laksamana Sukardi dan Roy BB Janis. Lalu, yang kembali ke dunia intelektual ada sosok seperti Kwik Kian Gie.
Keluarnya mereka apakah mempengaruhi kebesaran PDI Perjuangan? Ternyata tidak. PDI Perjuangan tetap eksis sebagai partai terbesar di negeri ini. Keluarnya beberapa tokoh hanya menjadi riak atau arus kecil di tengah samudra luas, yang sama sekali tidak mempengaruhi perjalanan kapal besar bernama PDI Perjuangan.
Fakta memperlihatkan, sosok-sosok sehebat apa pun ketika merasa berbeda pemikiran dengan kebijakan partai lalu memilih berkiprah di luar, sama sekali tidak mempengaruhi kebesaran PDI Perjuangan. Tidak akan memberikan pengaruh apa pun. Partai sebesar PDI Perjuangan tidak akan berkurang kekuatannya karena satu dua orang keluar. Mengapa?
Dalam PDI Perjuangan telah terbangun sistem menejeman partai modern. Ketua Umum Ibu Megawati sebagai pucuk pimpinan partai telah lama membangun partai ini menjadi institusi, yang tidak akan mudah terpengaruh oleh berbagai kondisi apa pun. Termasuk misalnya, jika ada satu dua orang kader, yang merasa jumawa berteriak lantang ke luar meninggalkan partai.
Atau misalnya, berpikir dan bersikap berbeda dengan kebijakan partai. Semuanya, tidak akan menghentikan mesin politik dan kinerja kader-kader PDI Perjuangan untuk terus berlari memberikan pengabdian pada negeri ini.
Kebesaran PDI Perjuangan telah mewujud sistem yang tidak terpengaruh oleh kepopuleran satu dua kadernya. Seorang kader PDI Perjuangan bisa saja demikian populer di tengah masyarakat. Namun ia tetap hanya menjadi bagian dari keseluruhan kebesaran partai yang harus tunduk pada kebijakan dan aturan partai.
Masyarakat Indonesia tentu masih ingat ketika Ganjar Pranowo sebelum ditetapkan sebagai Capres PDI Perjuangan. Popularitasnya dalam hampir seluruh survei sangat luar biasa. Namun, ketika hadir dalam acara nasional PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, berkumpul bersama kader lain dalam kebersamaan sebagai keluarga besar.
Sehebat apa pun kader di blantika politik nasional, di internal PDI Perjuangan, tidak boleh merasa jumawa, merasa paling hebat, paling populer, dan paling berpengaruh. Semua kader duduk sama rendah berdiri sama tinggi, menjadi bagian dari keluarga besar partai. Kebersamaan sebagai keluarga besar itulah yang membuat PDI Perjuangan sampai saat ini menjadi partai terbesar di negeri ini.
Kebersamaan dan kegotongroyongan telah berurat akar menjadi karakter dan watak yang menjadikan PDI Perjuangan mampu menghadapi gelombang dan ombak sedasyat apa pun.
Godaan-godaan kekuasaan pun tidak akan dapat merobah komitmen dan konsistensi kebijakan partai. Pada masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, PDI Perjuangan konsisten memilih berada di luar kekuasaan untuk memberikan keseimbangan ceck and balances dan menolak berbagai tawaran masuk kekuasaan. Keteguhan itu sekali lagi menjadi bukti kekuatan dan ketahanan dalam mempertahankan prinsip-prinsip perjuangan partai.
PDI Perjuangan akan terus mengabdi kepada rakyat dan selalu siap menghadapi tantangan seberat apapun demi mewujudkan Indonesia hebat yang berdiri sejajar bersama negara lain. ***