JAKARTA, Koranmadura.com – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengharapkan PDI Perjuangan bisa meletakkan petani di posisi puncak dalam piramida pasok pangan.
Dengan begitu PDI Perjuangan bisa mewujudkan kedaulatan pangan dengan memutus keran impor.
Hal itu disampaikan Dwi Andreas dalam diskusi publik bertajuk “Inovasi Teknologi dan Kebijakan Politik-Ekonomi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” yang digelar di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro No.58, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 19 September 2023.
Diskusi ini digelar dalam rangka jelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan pada akhir September 2023 nanti.
Pembicara lain dalam diskusi itu adalah peneliti sekaligus Ahli Teknologi Budidaya Kedelai Ali Zum. Diskusi ini dimoderatori oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri.
Menurut Dwi Andreas, pada 1970-an, impor pangan pokok Indonesia hanya 4 persen. Angka ini melonjak drastis pada 2018 menjadi 18,3 persen. Lalu pada 2022 naik lagi mencapai 28 persen.
“Sebagian besar pangan pokok kita dari gandum atau produk turunan gandum. Dan perkiraan saya 2045 hampir 50 persen pangan pokok kita adalah gandum. Jadi, ini persoalan yang betul yang sangat serius yang harus kita atasi,” ujarnya.
Dia meneruskan, “Jadi, semangat untuk memangkas impor untuk menurunkan impor harus menjadi semangat PDI Perjuangan. Bagaimana itu bisa tercapai.”
Potensi menutup keran impor komoditas kedelai, kata dia, juga besar. Namun faktanya, jaringan petaninya memiliki biaya produksi kedelai Rp 10.000 – 13.000 per kilogram. Sementara harga kedelai yang didapat di Tanjung Priok hanya Rp 7.000. Sudah begitu, harganya juga fluktuatif.
Menurut Dwi Andreas hancurnya harga kedelai Indonesia bermula dari tahun 2000. Ketika itu impor kedelai dari Amerika Serikat di angka Rp 1.500. Sementara biaya produksi kedelai di petani Indonesia ialah Rp 2.500.
“Itu yang menyebabkan hancurnya program kedelai kita sampai sekarang,” jelas dia.
Secara makro, lanjut Dwi Andreas, impor pangan Indonesia pada 10 tahun terakhir ini mencapai dua kali lipat.
Neraca perdagangan Indonesia untuk pangan juga melonjak hampir dua kali lipat dari minus USD8,9 miliar pada 2013, sedangkan 2022 minus USD 16,2 miliar.
“Rp243 triliun kita buang percuma untuk pangan,” kata dia.
Oleh karena itu, Dwi Andreas menilai, penting sekali bagi PDI Perjuangan membuat konsep inovasi kebijakan politik-ekonomi.
Yang lebih penting ialah mengubah piramida struktur pertanian Indonesia. Swasta dan pengusaha yang selama ini berada di atas, kini mereka harus dibalik menjadi di bawah.
“Kembalikan struktur piramida pertanian kita itu yang genuine dari kedaulatan pangan yang sesungguhnya bagaimana menempatkan petani di posisi puncak,” tegas Dwi Andreas.
Dalam diskusi ini, hadir Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ketua DPP Mindo Sianipar, serta sejumlah anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, antara lain Ono Surono, Ihsan Yunus, dan Rahmad Handoyo. Diskusi ini dibuka secara virtual yang dihadiri oleh pengurus PDIP di daerah. (Sander)