Oleh MH. Said Abdullah
Ketika putra bungsu Presiden Joko Widodo yang bernama Kaesang Pangarep memutuskan masuk salah satu partai politik, sempat beberapa media memberitakannya.
Mungkin karena Kaesang anak seorang presiden, sehingga pilihan politiknya mendapat perhatian sebagian kecil masyarakat negeri ini. Padahal, aktivitas politik Kaesang, sebagai warga negara, merupakan hal biasa.
Pemberitaan media merebak kemungkinan juga, karena pilihan partai politik Kaesang berbeda dengan Pak Jokowi, yang merupakan kader PDI Perjuangan.
Masyarakat merasa heran, mengapa anak seorang Presiden yang merupakan kader PDI Perjuangan, memilih aktif di partai berbeda.
Berdasarkan peraturan internal PDI Perjuangan memang ada keharusan seluruh anggota keluarga inti kader partai apalagi yang menduduki jabatan publik tidak boleh aktif di partai lain.
Kaesang memang benar merupakan anak Presiden Jokowi, yang merupakan kader PDI Perjuangan. Namun Kaesang, saat ini secara administratif dari Kartu Keluarga, misalnya, telah membentuk keluarga sendiri. Sudah menjadi keluarga lain. Jadi, secara normatif tak ada hal yang luar biasa.
Rasa heran masyarakat dengan aktivitas Kaesang bisa jadi didasarkan rekam jejak, perjalanan karir politik Pak Jokowi, ayahnya.
Sejak menjadi Walikota dua periode, Gubernur DKI Jakarta sampai sebagai Presiden, Pak Jokowi diusung PDI Perjuangan.
Kaesang, yang ketika pertama kali Pak Jokowi menjadi pejabat publik, sebagai Walikota Solo, yang saat itu baru berusia sekitar 11 tahun, masih berada dalam lingkungan keluarga dan belum membentuk keluarga sendiri, sudah pasti mengetahui dan merasakan ikatan Pak Jokowi sebagai kader PDI Perjuangan.
Perjalanan panjang dari sejak menjadi Walikota selama 7 tahun, ditambah ketika menjadi Gubernur Jakarta selama kurang lebih sekitar 2 tahun, lalu menjadi Presiden sampai sekarang, sekitar sembilan tahun, ibaratnya Pak Jokowi, bersama seluruh keluarga termasuk Kaesang berada dalam perahu bernama PDI Perjuangan.
Dengan durasi panjang, hampir dua puluh tahun, dalam Ikatan keluarga besar PDI Perjuangan pasti dirasakan oleh siapapun.
Pahit, manis, menjadi keluarga besar pejabat publik yang diusung PDI Perjuangan hampir dua dekade akan merupakan rangkaian perjalanan kehidupan yang cukup panjang, yang mau tak mau mempengaruhi perjalanan hidup siapapun.
Mungkin, jejak-jejak panjang perjalanan Pak Jokowi, hampir dua dekade, sebagai kader PDI Perjuangan itulah, yang barangkali sedikit mengusik rasa heran masyarakat ketika Kaesang, memutuskan memasuki partai lain.
Bukankah telah tercetak jejak-jejak perjalanan kehidupan dalam naungan PDI Perjuangan. Sebuah keheranan manusiawi.
PDI Perjuangan sendiri, tentu saja, sebagai partai terbesar di negeri ini menganggap hal biasa. Dinamika aktivitas pribadi masyarakat negeri ini, yang memilih partai lain setelah menikmati kebersamaan hidup di sebuah partai misalnya, sebagai ladang pengabdian baru jumlahnya bagai buih di lautan. Tidak terhitung banyaknya, sehingga sebagian besar jauh dari pemberitaan.
Karena itu, aktivitas PDI Perjuangan tetap berjalan melaju berhikmat dan mengabdi pada negeri ini tanpa terganggu serta tidak terpengaruh goncangan ombak sebesar apa pun, apalagi jika hanya sekedar riak kecil.
Beberapa kader terbaik PDI Perjuangan pernah memilih jalan berbeda, yang bahkan sempat menduduki jabatan prestise sebagai Menteri, Anggota DPR. Namun PDI Perjuangan tetap teguh melaju tanpa terganggu sedikitpun.
PDI Perjuangan terlalu besar untuk terusik hanya oleh satu dua orang apalagi yang bukan menjadi pengurus inti. Jika seorang pengurus keluar masih ada puluhan, ratusan, ribuan dan bahkan jutaan yang siap menggantikan.
PDI Perjuangan karena kerja keras Ketua Umum Ibu Megawati, telah menjelma menjadi partai modern, dengan mekanisme sistem yang telah baku, yang insya Allah tidak akan terganggu oleh keluar masuknya anggota, apalagi yang sama sekali berada di luar manajemen partai. Insya Allah.***