SUMENEP, koranmadura.com – Bencana kekeringan akibat kemarau panjang masih menghantui masyarakat. Di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, jumlah desa terdampak kekeringan semakin meluas.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumenep, saat ini, jumlah desa terdampak kekeringan bertambah delapan, dari sebelumnya 51 menjadi 59 desa.
Sebanyak 59 yang terdampak kekeringan tersebar di 19 desa. “Sebelumnya ada 51 desa, kemudian ada tambahan delapan desa sehingga menjadi 59 desa,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumenep, Kusmuni, Selasa, 10 Oktober 2023.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa, dari 58 desa terdampak kekeringan di Sumenep pada musim kemarau tahun ini, 7 di antaranya berstatus kering kritis. Sementara sisanya, 52 desa, kering langka.
Kekeringan kritis terjadi karena pemenuhan air di dusun mencapai 10 liter lebih per orang per hari, dan jarak yang ditempuh masyarakat untuk mendapatkan air bersih sejauh tiga kilometer bahkan lebih.
Sementara yang dimaksud dengan kering langka, kebutuhan air di dusun itu di bawah 10 liter saja per orang per hari. Jarak tempuh dari rumah warga ke sumber mata air terdekat sekitar 0,5 kilometer hingga tiga kilometer.
Sementara itu, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) awal musim hujan di kabupaten paling timur Pulau Madura ini secara umum diprediksi terjadi pada dasarian pertama hingga dasarian ketiga bulan Desember 2023.
“Dalam konteks ini, yang dimaksud dasarian pertama ialah dari tanggal 1 hingga 10, dasarian dua dari tanggal 11 sampai 20, dan dasarian tiga dari tanggal 21 hingga akhir bulan,” kata Kepala BMKG Kalianget, Usman Holid.
Sementara mengenai peralihan musim dari kemarau ke penghujan atau masa pancaroba, BMKG memprakirakan terjadi pada bulan November mendatang. (FATHOL ALIF/ROS)