JAKARTA, Koranmadura.com – PDI Perjuangan menghormati kader-kadernya yang tergiur kekuasaan lalu memilih jalan sendiri.
Hanya saja, partai banteng moncong putih itu mewanti-wanti bahwa jalan seperti itu tidak akan umur panjang. Bahkan bakal berakhir tragis.
Sebab sudah ada banyak preseden, sejumlah kader memilih meninggalkan PDI Perjuangan karena haus kekuasaan, tetapi mereka kemudian gagal dan hancur lebur.
Hal itu diingatkan oleh Ketua DPP dan politisi senior PDI Perjuangan Said Abdullah di Jakarta, Senin 16 Oktober 2023.
“Bila ada satu dua kader yang memilih jalan sendiri karena tergiur kedudukan, atau hal lainnya, PDI Perjuangan menghormati jalan politik yang ditempuhnya. PDI Perjuangan tidak akan menghitung jasa, karena setiap kader sesungguhnya sudah diasah jiwa pengorbanan sejak ia menjalani kaderisasi pratama, madya hingga utama,” jelas Said Abdullah.
Menurut Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur itu, kekuasaan harus diperjuangkan bersama rakyat. Karena itu, setiap kader yang mendapatkan penugasan merebut kekuasaan melalui jalan elektoral, kewajiban bagi seluruh kader untuk gotong royong.
“Bahu membahu agar memenangkan pemilihan. Kerja politik ini terus kami gelorakan secara disiplin,” ucapnya lagi.
Dia meneruskan, “Semua kader bantingan, iuran, berbagi waktu, tenaga dan pikiran, bahkan diantara mereka ada yang sakit dan meninggal karena kelelahan.”
Lebih jauh Said Abdullah menegaskan, pejuang-pejuang partai ini yang menggerakkan rakyat dalam pemenangan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, Joko Widodo di DKI Jakarta dan dua kali Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Begitu juga dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di DKI Jakarta.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, lanjut Said, mengajarkan kepada seluruh kader tentang arti loyalitas pada partai, bangsa, dan negara.
“Pada masa Orba, kesetiaan kader terhadap partai teruji militansinya menghadapi ancaman dan teror aparatur orde baru. Masa reformasi, kesetiaan kader teruji pada saat yang bersangkutan memegang kekuasaan,” paparnya.
Dia meneruskan, “Apakah kekuasaan digunakannya untuk membesarkan partai, menjalankan cita-cita, ideologi dan garis perjuangan partai? Melayani rakyat? Ataukah digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya?”
Namun, kada dia, kekuasaan seringkali membuat beberapa kader lupa diri. Karena itu, dia mengajak setiap kader untuk selalu mawas diri dan jangan sampai mabuk kekuasaan. (Sander)