BOGOR, Koranmadura.com – Tantangan perdagangan pangan global saat ini semakin kompleks dan multidimensi sehingga perlu adanya gagasan-gagasan baru, khususnya dari para ekonom muda untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
Untuk itulah, Kementerian Perdagangan melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menggelar seminar nasional bertema “Tantangan Perdagangan Pangan Global” di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/10/2023).
“Tantangan perdagangan pangan global sangat kompleks, mulai dari perubahan iklim, perkembangan teknologi, proteksionisme, hingga yang terbaru isu friend-shoring. Perdagangan tidak lagi mengarah pada diversifikasi pasar, namun menyempit pada hubungan bilateral. Kami berharap gagasan dari para ekonom muda yang hadir dapat memberikan solusi menghadapi tantangan tersebut,”ungkap Kepala BK Perdag Kasan, seperti dilansir kemendag.go.id
Kasan menjelaskan beberapa tantangan perdagangan pangan global yang perlu menjadi perhatian yang serius, yaitu pertama, perubahan iklim. World Metrological Organization (WMO) dan the US Climate Prediction Center ENSO menyatakan bahwa Kawasan di Asia Pasifik akan mengalami ElNino pada 2023. Sementara, El Nino di Indonesia diprediksi berlanjut pada semester II-2023 dengan kategori lemah–moderat dan Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi berada pada kategori positif–netral hingga Januari 2024.
Kedua, disrupsi rantai pasok yang sudah menurun, namun belum pulih secara optimal. Tekanan terhadap rantai pasok global akibat Covid-19 menyebabkan kemacetan di masing-masing mata rantai pasokan, seperti kontainer, pengiriman, pelabuhan, truk, kereta api, angkutan udara, hingga gudang.
Ketiga, perkembangan teknologi yang membuat diversifikasi produk semakin gencar dilakukan dengan berbagai penelitian. Salah satunya di bidang pangan, seperti produk pangan hasil rekayasa genetik. Semakin beredarnya produk di pasaran yang menggunakan Genetic Modified Organism (GMO) dapat berdampak pada keamanan pangan bagi masyarakat sehingga dibutuhkan jaminan keamanan pangan.
Keempat, munculnya proteksionisme ekspor dan impor pangan oleh sejumlah negara. Kelima, meningkatnya isu friend-shoring termasuk dalam perdagangan pangan global.
Keenam, isu-isu lainnyaseperti ketersediaan tenaga kerja sektor pertanian, perdebatan atas prioritas pangan, pakan, dan energy (feed-fuel-food debate), serta pengendalian gas rumah kaca.
“Friend-shoring meningkat sejak akhir tahun 2022 yang ditandai dengan reorientasi arus perdagangan bilateral untuk memprioritaskan negara-negara yang memiliki nilai politik serupa. Perang Ukraina, terputusnya saling ketergantungan perdagangan Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, dan konsekuensi Brexit telah memainkan peran penting dalam membentuk tren utama perdagangan bilateral,” ungkap Kasan.
Lebih lanjut Kasan juga menjelaskan, perdagangan membawa kesejahteraan sebab berkontribusi terhadap ketahanan pangan, termasuk kemiskinan. Dengan demikian, diperlukan kebijakan dan strategi perdagangan pangan Indonesia yang tepat agar bisa berdampak signifikan pada peningkatan indeks ketahanan pangan Indonesiadi masa mendatang.
“Gagasan para ekonom muda yang hari ini hadir diharapkan dapat melahirkan pemikiran dan perspektif baru yang diperlukan untuk penyusunan kebijakan dan strategi perdagangan pangan Indonesia di masa mendatang,” lanjut Kasan.
Ketua Focus Group Perdagangan dan Keuangan Internasional Pengurus Pusat ISEI Bayu Krisnamurthi dalam seminar menerangkan, perdagangan internasional berpengaruh positif terhadap pengurangan kemiskinan. Dengan demikian, perlu gagasanbaru danrekomendasi untuk mengantisipasi disrupsi dan ketidakpastian perdagangan internasional.
“Curah Gagasan adalah forum khusus untuk mendapatkan pandangan dan pemikiran ekonom muda, para pengambil kebijakan masa depan bagi perdagangan pangan Indonesia. Pemikiran ini perlu digali agar perdagangan pangan dapat menjadi bagian dari usaha meningkatkan ketahanan pangan Indonesia” jelas Bayu.
Sementara Wakil Ketua Bidang II Perumusan Kebijakan ISEI Iskandar Simorangkir mengungkapkan, ketidakpastian ekonomi berpengaruh terhadap transaksi perdagangan.
“Ekonomi yang tidak pasti mempengaruhi transaksi perdagangan. Dalam diskusi ini, semakin banyak ide dan sumbangan pemikiran akan memperbaiki kualitas kebijakan,” ujar Iskandar. (Kunjana)