JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menilai, uji materi ketentuan batas usia calon presiden (capres)/calon wakil presiden (Cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki episode kritis dan membahayakan.
Pasalnya, para pemohon meminta agar syarat usia minimum 40 tahun untuk capres dan cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 dimaknai juga sebagai pernah menjadi gubernur/bupati/wali kota.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta Senin 9 Oktober 2023, Hendardi menjelaskan, deretan permohonan uji materiil ini bukan lagi ditujukan untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga tetapi diduga kuat dilandasi nafsu kuasa keluarga Jokowi dan para pemuja Jokowi.
Mereka ini sangat bernafsu mengusung Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo, yang belum genap 40 tahun, sebagai Cawapres Prabowo Subianto.
“Puluhan pakar hukum dan pegiat hukum dan konstitusi telah mengingatkan bahwa soal batas usia untuk menduduki jabatan bukanlah isu konstitusional tetapi kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang tidak seharusnya diuji oleh MK,” kata Hendardi.
Dia meneruskan, “Berbagai putusan MK juga menyatakan hal yang sama. Tetapi, operasi politik pengusung dinasti Jokowi, hampir menggoyahkan MK untuk memenuhi hasrat kandidasi anak presiden.”
Karena itu, Hendardi meminta semua elemen masyarakat untuk mengingatkan dan mengawal MK agar tidak menjadi instrumen legalisasi kandidasi yang menopang dinasti Jokowi.
Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka MK bukan hanya inkonsisten dengan putusan-putusan sebelumnya, tetapi juga kehilangan integritas dan kenegarawanan.
“MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi, jika karena putusannya, Gibran bisa berlaga dan memenangi Pilpres. Ini adalah cara politik terburuk yang dijalankan oleh penguasa dari semua presiden yang pernah menjabat,” ujarnya. (Sander)