JAKARTA, Koranmadura.com – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai, Indonesia sedang mengalami gejala resesi demokrasi. Hal itu ditandai oleh menguatnya mobilisasi populisme.
Parahnya, populisme ini dibangun oleh Presiden Jokowi lewat dua anaknya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep serta menantu Bobby Nasution.
Hal itu disampaikan Usman di hadapan sejumlah rektor perguruan tinggi, pengamat, dan aktivis demokrasi Indonesia yang diselenggarakan di kawasan Jakarta Pusat, Selasa 14 November 2023.
Hadir sebagai narasumber yaitu pakar hukum dari UGM Zainal Arifin Mochtar, pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, pakar tata hukum negara Bivitri Susanti dan Refly Harun. Sementara bertindak sebagai moderator adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.
“Apa saja gejala-gejala demokrasi kita mengalami resesi. Mobilisasi populisme. Jokowi sangat kental dengan ini. Sekarang yang dibangun dengan Kaesang dan juga dengan Gibran bukan hanya politik dinasti tetapi membangun populisme,” kelas Usman.
Dia meneruskan, “Seolah-olah ada seorang penyelamat anak muda yang akan memperbaiki Indonesia dari segala ancaman-ancaman itu.”
Menurut Usman Hamid, dengan kondisi seperti ini sesungguhnya demokrasi Indonesia tentang kebebasan sedang mengalami resesi. Demokrasi secara ekonomi tentang kesejahteraan dan keadilan sosial juga sedang mengalami resesi.
“Mungkin pemilu tahun depan menjadi pemilu pertama di era reformasi yang tidak jujur dan tidak adil. Karena itu kita harus menghentikan kemungkinan itu terjadi,” kata dia.
Dia juga mengutip temuan Freedom House yang menyebutkan skor kebebasan Indonesia mengalami penurunan sejak 2017 hingga 2023. “Ini sudah kami ingatkan dari tahun pertama Jokowi berkuasa,” tambah Usman.
Usman juga menyoroti hukum represif yang terjadi di Indonesia. Menurut dia, hal itu sebenarnya bukan karena kultur kekerasan atau aparat yang arogan. Namun, aparat dipaksa harus melaksanakan agenda pembangunan atau mengamankan investasi.
“Tentara-polisi jadi instrumen pemerintah yang berkuasa, kembali menjadi instrumen pembangunan, bukan alat negara di sektor pertahanan,” kata Usman.
Mengutip temuan Dosen University of Sydney Thomas Power, Usman Hamid menyebutkan bahwa menguatnya penyalahgunaan kekuatan hukum sebagai senjata untuk mengendalikan kekuasaan berbasis partai.
Dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, banyak sekali yang menunjukkan aparat hukum sebagai senjata untuk mengendalikan parpol.
“Jadi, saya kira sekarang bukan hanya polisi dan jaksa yang sekarang digunakan sebagai senjata untuk mengendalikan oposisi tetapi juga KPK,” kata dia. (Gema)