JAKARTA, Koranmadura.com – Setara Institute menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan normalisasi pelanggaran konstitusi oleh keluarga Jokowi sehingga meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (Cawapres).
Sikap KPU itu terbukti dari penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres definitif pada Senin 13 November 2023 sebagai pendamping Prabowo Subianto.
“Padahal sudah melakukan pelanggaran etik berat melekat dalam pengambilan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023,” bunyi pernyataan pers Setara Institute yang diterima di Jakarta, Selasa 14 November 2023.
Dilanjutkan, “Aspek moralitas dan etika politik serta tidak adanya legitimasi politik atas putusan tersebut, semestinya menjadi pertimbangan DPR RI saat membahas PKPU 19/2023 tentang Pencalonan Peserta Pilpres, yang mengubah syarat usia Capres-Cawapres dengan putusan MK yang kontroversial. Nyatanya DPR juga sama, melakukan normalisasi pelanggaran Konstitusi.”
Di tengah situasi demikian, tidak heran jika Megawati Soekarnoputri menyebut sebagai manipulasi hukum. Para tokoh bangsa juga menyebut demokrasi telah dinodai.
“Jika semua ciri Orde Baru sudah terakumulasi, maka wajar kecemasan rakyat tentang kebangkitan otoritarianisme bukanlah gosip para aktivis demokrasi atau elite politik,” bunyi pernyataan Setara Institute lebih lanjut.
Berkaitan dengan sikap diam lembaga-lembaga negara seperti KPU terkait pelanggaran konstitusi yang dilakukan, Setara Institute mendorong publik peka dan menjadikan kontroversi Putusan 90/PUU-XXI/2023 sebagai variabel dalam menentukan pilihan dalam Pemilu nanti.
“Cara ini sekaligus sebagai bagian pengawasan publik agar Pemilu dijalankan secara berintegritas dan adil,” bunyi pernyataan itu lebih lanjut.
Setara Institute juga mendorong penyelenggara Pemilu menjadi aktor utama yang menjaga integritas Pemilu sehingga tercipta keadilan elektoral (electoral justice) pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
“Setara Institute menentang segala bentuk intervensi, intimidasi, dan netralitas artifisial yang ditunjukkan oleh beberapa pihak.”
“Netralitas buatan bukanlah netralitas yang otentik, karena di satu sisi menyerukan netralitas dan menyatakan tidak ada intervensi, tapi di sisi lain tetap membiarkan orkestrasi kandidasi, mobilisasi sumber daya, termasuk tidak melakukan upaya maksimum memastikan keadilan Pemilu,” pungkas pernyataan Setara Institute. (Gema)