JAKARTA, Koranmadura.com – Aksi ugal-ugalan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang belakangan digelari “Paman Usman” oleh publik semakin terbongkar.
Pasalnya, dia mengadili perkara yang dokumen perbaikan gugatannya tidak ditandatangani penggugat dan pengacaranya.
Fakta ini terungkap dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis 2 November 2023 ketika memeriksa laporan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Dalam pemeriksaan ini terungkap, bahwa dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan Almas Tsaqibbirru tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
PBHI mengaku mendapatkan dokumen tersebut langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan di dalam persidangan.
“Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani.
Padahal, selama ini MK dikenal sebaga teladan dalam pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk dalam hal tertib administratif. Namun dalam dokumen perbaikan gugatan Almas justru ada yang terlewat.
“Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya,” katanya.
Dugaan pelanggaran kode etik ini menyeruak seusai MK yang diketuai ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait syarat usia capres-cawapres pada Senin 16 Oktober 2023.
Putusan itu tertuang pada Nomor 90/PUU-XXI/2023. Di mana MK merumuskan sendiri norma baru bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini membuka pintu bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden bersama capres Prabowo Subianto. Kendati usainya masih di bawah 40 tahun, namun karena tengah menjabat sebagai wali kota Solo, putra presiden itu melenggang bebas mengikuti kontestasi Pilpres 2024.
Putusan MK ini membuat sejumlah pihak melaporkan hakim konstitusi atas dugaan pelanggaran etik. Laporan juga diajukan terhadap Ketua MK Anwar Usman yang diduga paling sarat akan konflik kepentingan dalam memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Mengingat statusnya sebagai keluarga Solo.
Guna merespons sejumlah laporan tersebut, MK kemudian membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Badan ad hoc itu diisi oleh tiga orang, yakni Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih. MKMK mempunyai waktu 30 hari guna memutus dugaan pelanggaran etik hakim MK, yakni hingga 24 November 2023. (Sander)