JAKARTA, Koranmadura.com – DPP PDI Perjuangan berkolaborasi dengan GAMA ’98 menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Perempuan Jaga Demokrasi: Ibu (kembali) Bersuara Tegakkan Demokrasi” di Jakarta Jumat 22 Desember 2023.
Diskusi ini digelar dalam rangkat memperingati Hari Ibu yang jatuh pada setiap 22 Desember.
Ratusan perempuan kader dan simpatisan PDI Perjuangan, aktivis perempuan Kawan Ganjar-Mahfud ’98, serta kelompok muda dan mahasiswi hadir dalam diskusi tersebut.
Sementara yang menjadi pembicara adalah perempuan-perempuan hebat seperti Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak DPP PDI Perjuangan, Sri Rahayu.
Selain itu Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Penanggulangan Bencana, Ribka Tjiptaning mengisi dengan topik ‘Perjuangan Reformasi 98′.
Lalu, peneliti feminis yang juga mantan Direktur Kalyanamitra, Dr Ruth India Rahayu membawakan topik “Problem Demokrasi Sesudah Reformasi 98, Tinjauan Feminisme’.
Dan, Ketua Prodi S1 Ilmu Politik Fisip UI, Dr Nurul Nurhandjati juga mengisi diskusi dengan topik ‘Keterwakilan Perjuangan Perempuan dalam Proses Demokrasi.
Diskusi juga diisi oleh perwakilan mahasiswa, Dandi dari Universitas Nasional (Unas) yang bertajuk ‘Gerakan Mahasiswa Masa Kini’.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid akan mengisi diskusi dengab topik ‘Penegakan Hukum: Penanganan Kasus-kasus HAM.
Ditemui sebelum acara, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa acara diskusi hari ini menjadi suatu peristiwa yang sangat penting dan dirayakan oleh PDI Perjuangan setiap tahun.
Hasto juga mengutip peryataan Presiden Pertama RI Ir Soekarno atau Bung Karno soal peran perempuan sebagai jalan peradaban bangsa.
“Bung Karno menegaskan bahwa perempuan jalan peradaban,” kata Hasto yang turut didampingi oleh Syafira, calon anggota legislatif DPRD kabupaten Bekasi.
Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud ini juga menambahkan, Indonesia akan maju apabila laki-laki dan perempuan sama-sama menunjukan peran dalam kemajuan bangsa.
Dia pun mengibaratkan, laki-laki dan perempuan sebagai burung Garuda yang terbang dengan kedua sayapnya.
“Bagaimana kepakan sayap burung Garuda, terbang ke angkasa di dalam posisi yang sederajat, saling mendukung, saling berkolaborasi untuk kemajuan Indonesia kita,” terang Hasto.
Di lokasi acara, juga disediakan spanduk putih yang bisa diisi dengan aspirasi kaum perempuan dalam memajukan dan perjuangan terhadap demorkasi di Indonesia.
Hari Ibu merupakan momentum untuk mengenang perjuangan pergerakan perempuan dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada 22 Desember 1928 di Ndalem Joyodipuran, Yogyakarta.
Saat itu, ada sekitar 600 perempuan dan ibu yang berasal dari 30 organisasi perempuan di Jawa dan Sumatra yang berkumpul.
Mereka mendiskusikan upaya untuk meningkatkan derajat dan kiprah perempuan dalam gerakan bangsa. Melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959, Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.
Di era Orde Baru, rezim Soeharto mereduksi hak-hak perempuan terutama hak-hak politiknya. Rezim ini mendirikan organisasi perempuan Dharma Wanita Persatuan yang bertugas mengontrol dan mengawasi kegiatan perempuan.
Orde Baru mendiskriminasi pekerja perempuan dengan gaji yang jauh di bawah gaji laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Sejumlah perempuan yang bersuara kritis dan berani membela hak-hak kaum perempuan berujung pada kematian tragis. (Gema)