JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPP Bidang Kesehatan, Perempuan, dan Anak PDI Perjuangan Sri Rahayu mengatakan, belakangan ini rakyat Indonesia kembali dipertontonkan laku kehidupan seperti di masa Orde Baru.
Dia mengingatkan perempuan harus bersatu agar praktik tersebut tidak terulang kembali.
“Perempuan adalah tiang negara. Ketika perempuan itu tidak baik maka negara juga tidak baik. Jika perempuan baik maka baiklah NKRI ini. Artinya perempuan punya peranan yang sangat penting,” kata Sri saat memberikan pidato pembuka diskusi publik di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Jumat 22 Desember 2023.
Acara ini digelar untuk memperingati Hari Ibu yang dirayakan pada setiap 22 Desember.
Lebih lanjut anggota Komisi IX DPR RI ini menyampaikan, harga yang dibayar bagi perempuan sangat besar apabila gaya pemerintahan Indonesia kembali layaknya Orde Baru.
Sri Rahayu menginginkan perempuan harus bersatu padu melawan pihak-pihak yang melawan segala cara untuk kekuasaan, apalagi mengkhianati cita-cita Reformasi.
Dia mengajak perempuan harus kembali ke jalan untuk mengabarkan keadaan, membakar semangat perlawanan, untuk keadilan.
“Zaman Orde Baru perempuan mulai peranannya turun. Perannya dibuat seolah-olah ranahnya di domestik. Kehidupannya banyak di rumah,” jelas dia.
Setelah Orde Baru tumbang dan beralih ke era Reformasi, perempuan mulai bangkit kembali meski banyak kendala dalam perjuangannya. Hal itu karena antara lain pada kerusuhan Mei 1998, banyak perempuan diperkosa.
“Betul tidak? Artinya dengan diperkosa itu akan membuat down para perempuan. Perempuan menjadi takut dalam politik, tidak kembali sekuat sebelumnya,” ujarnya.
Dia meneruskan, “Oleh karena itu, kami ingin membangkitkan kembali semangat dari perempuan yang akan menghadapi situasi politik baik dalam legislatif maupun presiden dan wapres. Betapa pentingnya peranan ibu-ibu Indonesia ini.”
Dia melanjutkan Reformasi telah membuka kesempatan kepada para perempuan Indonesia untuk aktif di wilayah publik. Dia mencontohkan dalam politik terdapat aturan kuota 30 persen.
Sementara itu Ketua DPP Djarot Syaiful Hidayat menyampaikan Reformasi 1998 merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia.
Pasalnya, peristiwa ini menjadi titik nol perbaikan demokrasi dan kebebasan berpendapat yang terbungkam selama 32 tahun di bawah rezim otoriter Orde Baru.
Pada 1998 merupakan periode menguatnya konsolidasi gerakan perempuan. Beberapa bulan sebelum aksi demonstrasi mahasiswa pecah, kaum perempuan dan ibu melakukan aksi damai dengan melakukan orasi dan membagikan bunga kepada tentara serta orang-orang yang berlalu lalang di sekitar tempat aksi.
“Aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap rezim Soeharto sekaligus memperjuangkan pemenuhan kebutuhan dasar perempuan dan masyarakat umum. Perlawanan perempuan tidak hanya di Jakarta, namun juga di beberapa wilayah Indonesia,” jelas Djarot.
Adapun Ketua Ganjar Mahfud 98 Nuraini menambahkan hanya paslon nomor urut 3 di Pilpres 2024, Ganjar-Mahfud, yang memiliki komitmen terhadap isu-isu perempuan.
“Ada harapan di dua tokoh ini dibanding paslon lainnya. Untuk itu mimpi kita Indonesia yang bebas kekerasan terhadap perempuan, mimpi sesuai dengan cita-cita Proklamasi bahwa tidak ada penindasan terhadap warga negara, terhadap perempuan, kami berkeyakinan bahwa kekuatan, jaringan, dan kemampuan yang dimiliki kawan-kawan aktivis 98 yang kalau disinergikan dengan kawan-kawan politik itu luar biasa bisa memenangkan Ganjar-Mahfud,” jelas dia.
Dalam acara ini, hadir juga sebagai narasumber peneliti feminis Ruth India Rahayu dan Ketua Prodi S1 Ilmu Politik FISIP UI Nurul Nurhandjati. Hadir juga sejumlah aktivis perempuan 98, mahasiswi, hingga puluhan ibu sebagai audiens. (Gema)