Jakarta, Koranmadura.com – Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, berkomitmen untuk mengembangkan wisata halal di Indonesia jika terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029. Ia berencana menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata halal terbesar di dunia.
Dalam sambutannya di Ponpes Al-Yasini, Pasuruan, Jawa Timur, Cak Imin menyayangkan ketertinggalan pariwisata Indonesia dibandingkan dengan Malaysia. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi wisata halal yang besar karena menjadi negara dengan jumlah umat Muslim terbanyak di dunia.
“Seharusnya Indonesia bisa menjadi destinasi wisata halal terbesar di dunia,” ujar Cak Imin pada Minggu, 14 Januari 2024.
Meski demikian, pernyataan Cak Imin tentang “wisata haram” menimbulkan kontroversi. Pakar pariwisata, Taufan Rahmadi, menilai pernyataan tersebut dapat membuat masyarakat resah karena dianggap sebagai upaya islamisasi destinasi.
BacaJuga :
Setelah timbul kontroversi, Cak Imin mengklarifikasi pernyataannya. Ia menjelaskan bahwa wisata halal tidak berarti semua destinasi harus diislamisasi. Konsep tersebut hanya bertujuan memberikan aksesibilitas lebih luas kepada wisatawan untuk mendapatkan layanan halal.
“Wisata halal itu tidak menghilangkan apa yang sudah ada. Wisatawan masih bebas memilih layanan sesuai kebutuhan, termasuk layanan halal atau non-halal,” ungkap Cak Imin.
Cak Imin juga menegaskan bahwa wisata Indonesia tetap menghargai pluralitas. Wisata halal tidak mengharuskan semua destinasi diubah menjadi halal.
“Wisata halal memberikan aksesibilitas untuk menikmati kuliner halal,” tambah Cak Imin.
Tentang kekhawatiran terkait islamisasi destinasi, Taufan Rahmadi menegaskan bahwa wisata halal bukanlah usaha untuk mengislamisasi destinasi. Konsep tersebut berkaitan dengan gaya hidup dan pelayanan ekstensif kepada wisatawan, baik Muslim maupun non-Muslim, yang memilih layanan halal saat berlibur di destinasi.
Taufan menekankan bahwa wisata halal tidak akan menggantikan wisata konvensional yang telah ada. Sebaliknya, konsep ini memberikan pilihan kepada wisatawan sesuai kebutuhan mereka, seperti pilihan layanan makanan-minuman halal atau non-halal di hotel dan restoran.
“Sekali lagi, wisata halal bukan upaya mengislamisasi destinasi dan merupakan layanan pilihan yang tidak dapat dan tidak boleh dipaksakan,” kata Taufan. (Icel)