JAKARTA, KORANMADURA.COM – Iran secara resmi menyatakan penghentian serangan ke Israel, setelah Sabtu 13 April 2024 lalu Iran menyerang secara langsung Israel.
Serangan Iran terhadap Israel ini berdampak kontan atas kenaikan beberapa komoditas strategis global.
Terjadi kenaikan harga minyak, menyentuh di level 90,5 US Dolar per barel dari posisi sebelumnya di harga 89 US Dolar per barel.
Setelah menyatakan penghentian serangan atas Israel pada 13 April 2024 lalu, apakah perang antara Iran dan Israel akan berakhir?
Dia berharap serangan ini berakhir, sehingga ketegangan di Timur Tengah makin mereda. Namun melihat kemungkinan tren yang ada, eskalasi geopolitik di Timur Tengah akan tetap membara.
Seperti diketahui bersama, sejak pecah Revolusi 1979, Iran mengubah orientasi kebijakan luar negerinya terhadap Israel.
Kedua negara terlibat perang proxy berlangsung sangat lama.
Karena itulah, diperkirakan permusuhan kedua negara tidak akan segera berakhir dalam waktu dekat, dan setiap saat bisa terjadi konfrontasi lanjutan.
Merespon situasi tersebut, Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah meminta pemerintah pro aktif melakukan langkah langkah strategis, antara lain:
Pertama, Pro aktif melakukan upaya diplomatik,melalui lembaga lembaga internasional, baik di PBB, maupun OKI untuk mendorong gencatan senjata dari kedua negara, sejalan dengan mencari upaya damai perang antara Israel dan Palestina.
Mendorong PBB untuk lebih memiliki makna dalam upaya penciptaan perdamaian dunia. Upaya ini memang tidak mudah, sebab pembelaan Amerika Serikat dan Inggris yang begitu kuat kepada Israel.
“Apalagi jika dilihat dari sisi keuntungan ekonomi, eskalasi di Timur Tengah yang mendongkrak harga minyak dunia, menguntungkan kedua “blok politik” besar, yakni Tiongkok, Rusia versus Amerika Serikat, Arab Saudi, Kanada yang sama sama produsen minyak bumi dan senjata besar di dunia,” ujarnya.
Kedua, Pro aktif mengamankan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan di dalam negeri. Sebab Indonesia bergantung dari impor minyak mentah dan hasil minyak rata rata 3,5 juta ton per bulan, merujuk data tahun 2023.
Jika perang masih berlanjut, jalur suplai minyak bumi melalui Selat Hormuz akan terganggu.
Apalagi Iran termasuk 10 negara terbesar dunia yang memproduksi minyak buminya hingga 3,45 juta barel per hari pada tahun 2023.
“Dampak kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban besar bagi APBN kita,” jelasnya.
Ketiga, Pro aktif mempersiapkan kesiapan APBN menghadapi tekanan eksternal imbas dari kenaikan harga minyak dan depresiasi US Dolar terhadap Rupiah.