Oleh: MH. Said Abdullah
Semua agama di dunia ini mengajarkan dan menganjurkan pemeluknya melakukan kebaikan seperti tolong menolong, berbagi, saling menghormati, saling mengasihi.
Termasuk kepada mereka yang berbeda agamapun semangat kebaikan diajarkan semua agama.
Secara subtantif agama apapun membawa ajaran nilai-nilai kemanusiaan agar hubungan antar manusia, antar internal ummat, antar ummat beragama terjalin harmonis, terwujud kedamaian.
Suasana rukun dan damai akan menjadi fondasi indah untuk membawa manusia mewujudkan peradaban lebih tinggi. Semakin mencapai ketaatan beragama manusia seharusnya menjadi lebih baik dalam interaksi sosial antar sesama.
Karena itu rasanya terasa ironis, jika belakangan di media sosial merebak berbagai retorika sarkastis antar internal komunitas pemeluk agama, khususnya di kalangan ummat Islam. Antar berbagai kelompok saling mengecam, memaki melabrak keadaban sosial.
Salah satu kegaduhan yang menyita perhatian masyarakat adalah saling tuding, saling memaki tentang kelompok yang disebut habaib.
Saling balas ungkapan kasar antar berbagai kelompok itu demikian gaduh menyita energi ummat.
Mereka melupakan problematika mendasar ummat seperti kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertinggalan mengantisipasi perkembangan teknologi dan lainnya.
Yang menyedihkan ada kecenderungan saling tuding itu terjebak generalisasi. Mereka yang mengecam menganggap seakan-akan seluruh habaib berperilaku jauh dari keadaban.
Demikian pula bantahan dan perlawanan yang sama, juga terperangkap generalisasi.
Secara obyektif memang harus diakui ada oknum-oknum mereka yang disebut habaib berperilaku jauh dari nilai-nilai ajaran Islam.
Namun, perilaku demikian tidaklah selayaknya lalu digeneralisir tudingan kepada keseluruhan habaib. Kepada kelompok masyarakat yang berlawananpun, juga tidak ada dasar rasionalnya menganggap semua buruk.
Kita tidak bisa menyebut sebuah suku keseluruhan dianggap bermental pencopet misalnya, hanya karena satu dua orang tertangkap dan terbukti sebagai pencopet.
Stigma negatif, predikat dan perilaku negatif apalagi tindakan kriminal tidak dapat dinisbahkan kepada komunitas atau suku masyarakat tertentu.
Tindakan kejahatan bersifat personal, sebagai laku pribadi yang tidak terkait kelompok, suku, komunitas masyarakat, organisasi dan lainnya.
Menyimpulkan ummat Islam, ummat Kristen dan serta ummat lain sebagai teroris karena satu dua orang dari masing-masing ummat melakukan tindakan pengemboman misalnya merupakan kecerobohan sangat serius.
Sama sekali tidak memiliki dasar rasional sedikitpun. Apalagi fakta obyektif dari seluruh ajaran agama, tidak ada satupun yang mengajarkan dan memerintahkan tindakan terorisme.
Sudah saatnya masyarakat yang berseteru berhenti saling memaki, saling menghujat antar sesama. Perilaku mengumbar ujaran kasar penuh kebencian perlu segera diakhiri dan segera berobah menebarkan sikap saling menghormati, bekerja sama dalam kebaikan, demi kemaslahatan bersama.
Seluruh potensi masyarakat di negeri ini seharusnya saling bahu membahu, berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tidak sibuk saling mengumbar kata, yang jelas-jelas jauh dari produktif.
Khusus kepada ummat Islam perlu diingatkan bahwa Nabi Muhammad secara tegas menyebutkan bahwa dirinya ditugaskan Allah untuk liutammima makarimal akhlak’ menyempurnakan kebaikan, kemuliaan akhlaq manusia.
Karena itu, siapapun yang merasa sebagai seorang muslim, selayaknya mengikuti perilaku Rasulullah untuk terus berupaya mengembangkan perilaku yang akhlaqul karimah.