JAKARTA,KORANMADURA.COM – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah mengatakan Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dan RKP Tahun 2025 memiliki nilai yang sangat penting dan strategis, mengingat tahun 2025 menjasi periode pertama pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Hal ini sekaligus tahun pertama pelaksanaan RPJMN Tahun 2025-2029.
Oleh sebab itu, setiap kebijakan yang dihasilkan dalam pembicaraan pendahuluan dan RKP Tahun 2025, akan menjadi baseline dan kerangka kerja dimulainya pemerintahan baru nantinya.
“Kita telah mendiskusikan banyak hal terutama dalam ranah Kebijakan Fiskal, Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan, kemudian kebijakan belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah (TKD) serta Rencana Kerja Pemerintah dan Prioritas Anggaran RAPBN TA 2025,” ujar Said saat Rapat Kerja Banggar DPR RI dengan Pemerintah dan Bank Indonesia Penyampaian Dan Pengesahan Laporan Panja-Panja Dalam Rangka Pembahasan Kem Ppkf dan RKP Tahun 2025 di Jakarta, Kamis (4/7).
Dalam rapat Panja tersebut jelasnya DPR dan pemerintah menyepakati setiap target, sasaran dan kebijakan pembangunan serta catatan panja agar memberikan ruang yang lebar bagi Pemerintahan baru nantinya untuk menjalankan setiap program unggulan sebagaimana yang terdapat dalam visi misi Presiden terpilih.
Menurutnya, asumsi Dasar Ekonomi Makro dan Target Pembangunan Tahun 2025 yang disepakati dalam Pembicaraan Pendahuluan ini akan menjadi kerangka kerja (frame work) bagi Pemerintah untuk menjalankan proses pembangunan.
Diharapkan, setiap asumsi ekonomi makro dan target pembangunan akan mencerminkan kondisi ekonomi nasional dan sekaligus menjawab tantangan ekonomi dan keuangan global yang masih diliputi ketidak pastian. Apalahi, tekanan terhadap rupiah yang terus melemah, mejadi kekhawatiran tersendiri karena rentannya perekonomian nasional terhadap tekanan dan perubahan dari luar.
Dia juga berharap agar kebijakan pendapatan negara bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan dalam pembahasan panja.
Untuk memenuhi harapan tersebut, perlu terobosan kebijakan untuk sektor perpajakan dan PNBP tahun 2025, memastikan implementasi UU HPP dan reformasi perpajakan berjalan dengan efektif sehingga bisa memperbaiki sistim dan basis perpajakan.
Tantangannya memang tidak mudah, sebab masih dihadapkan pula dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang belum sepenuhnya kokoh.
Selaras dengan kebijakan pendapatan, dia berharap dapat menghasilkan kebijakan belanja yang lebih berkualitas (spending better) dan mampu memberikan nilai tambah dan multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian.
Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi kebijakan dari K/L sebagai leading sector.
Beberapa prioritas belanja yang dilakukan Pemerintah harus mengarah pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meninggikan mutu pendidikan, memperkuat ketahanan pangan, hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur strategis, mendorong dunia usaha dan membantu UMKM untuk bangkit.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah juga harus memiliki skala prioritas untuk menyelesaikan persoalan mendasar yang masih dihadapi, antara lain: kemiskinan ekstrem, stunting, dan wasting.
Kebijakan yang melibatkan lintas K/L harus jelas dan terukur tingkat keberhasilannya.
“Kita optimis pemerintah memiliki target besar penurunan stunting lebih progresif. Namun kita belum memiliki effort yang seragam dari multi stakeholder strategis. Persoalan stunting bukan hanya tanggung jawab 1-2 K/L saja. Oleh sebab itu, semua K/L harus siap bahu membahu dalam menyelesaiakan persoalan dalam satu irama,” imbunya.
POlitisi Senior PDI Perjuangan ini juga memiliki concern yang kuat terkait dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, karena ini akan menjadi masa depan bangsa.
Dukungan anggaran pendidikan 20 persen harus benar-benar bisa dioptimalkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional sehingga mampu menghasilkan SDM yang terampil, terdidik, penuh inovasi, dan punya etos kerja tinggi.
“Lima tahun kedepan kita sudah bisa mengurangi angka pengangguran yang berasal dari sekolah menengah dan vokasi secara signifikan. Kita tidak mau lagi melihat generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET),” tuturnya.
Salah satu faktor penting yang akan menjadi penentu keberhasilan program bantuan sosial adalah keberadaan data yang valid dan jelas sumbernya (by name by address). Oleh sebab itu, perbaikan database yang dilakukan oleh Pemerintah dengan mensinergikan penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) efektif dan tepat sasaran. Kita tentu berharap agar pengalokasian anggaran perlindsos lebih terukur dan tepat sasaran, tidak ada lagi exclusion dan inclusion error.
Dia mengaku masih menemukan persoalan dalam penyaluran Transfer ke Daerah yang dialami oleh Pemerintah pusat maupun daerah.
Pemerintah bisa mencari terobosan yang bersifat terstruktur dan institusional, menghilangkan ego sektoral antar K/L yang terlibat dalam pengelolaan TKD.
Oleh sebab itu, perlu kebijakan untuk menerbitkan pedoman/juknis dan peraturan menteri K/L terkait yang terintegrasi dan tersinkronisasi antara satu dengan lainnya sebelum tahun anggaran dimulai.
“Kita menginginkan APBN tahun 2025 akan jauh lebih baik, berkualitas dan berkesinambungan, mampu menjawab tantangan ketidakpastian ekonomi global serta mewujudkan amanah konstitusi dalam menghasilkan anggaran yang mencerminkan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat,” pungkasnya. (HARD)