JAKARTA,KORANMADURA,COM – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menyampaikan bahwa pasca Lebaran tahun ini, buruh di Indonesia menerima kabar yang tidak menggembirakan.
Negara ini tengah menghadapi gelombang kedua Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait kenaikan tarif barang masuk ke Negeri Paman Sam.
Dalam kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, diperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan pasca diberlakukannya tarif baru tersebut.
“Kenaikan tarif sebesar 32% membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar Amerika,” ujar Said Iqbal yang juga Presiden Partai Buruh ini.
Sebelumnya, Indonesia telah mengalami gelombang pertama PHK yang cukup besar.
Berdasarkan catatan Litbang KSPI dan Partai Buruh, sebanyak 60 ribu buruh telah mengalami PHK di lebih dari 50 perusahaan sepanjang Januari hingga Maret 2025. Kini, gelombang kedua PHK mulai terlihat.
Di tingkat perusahaan, beberapa serikat pekerja sudah diajak berunding oleh pihak manajemen mengenai rencana PHK. Namun, belum ada kejelasan soal jumlah buruh yang akan terkena dampak, waktu pelaksanaannya, maupun pemenuhan hak-hak mereka. Perundingan masih dalam tahap awal.
Sebelum Lebaran, tim KSPI dan Partai Buruh juga telah menemukan fakta di lapangan bahwa sejumlah perusahaan berada dalam kondisi goyah dan sedang mencari format untuk menghindari PHK.
Namun, dengan diberlakukannya kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat mulai 9 April 2025, perusahaan-perusahaan tersebut diprediksi akan terjerembab lebih dalam.
Ironisnya, hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif AS tersebut.
Tidak ada kepastian atau strategi nasional yang disiapkan untuk mencegah pengurangan produksi, penutupan perusahaan, atau PHK massal. (HARD)