SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus mempertahankan pengrajin keris. Diyakini, keris sebagai simbol kekuatan ekonomi bagi masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan cara melestarikan budaya yang berkaitan dengan ritual pusaka. Seperti kegiatan perawatan atau pensucian pusaka keris (jamas). Jamasan itu dilakukan di Desa Aeng Tong-tong, Kecamatan Saronggi sebagai desa terbanyak pengrajin keris.
Jamas keris ini merupakan ritual yang dilakukan setiap tahun ini. Biasanya kegiatan itu dilakukan setiap bulan Syuro atau Muharram. Jamasan ini dilakukan untuk mensucikan keris agar pamornya tidak memudar, apalagi keris yang biasa memiliki khadam. Usai jamas pusaka kerajaan itu diserahkan kembali kepada pemiliknya.
Prosesi kirab pusaka Keraton Sumenep itu juga disaksikan puluhan turis mancanegara yang tengah berkunjung ke museum dan keraton Sumenep.
Bupati Sumenep, Dr. KH. A. Busyro Karim, dalam sambutannya menjelaskan, acara jamasan ini sudah biasa dilakukan pada masa kerajaan. Dan, harus dilestarikan kegiatan ini.
“Kirab pusaka keraton ini untuk mengenal dan mengenang kembali sejarah Sumenep. Keris Aeng Tongtong sudah menjadi simbol pada saat era kerajaan dan masa penjajahan. Keris tidak hanya dikenal di tingkat nasional, tapi juga di Belanda, Amerika, dan Belgia, keris Aeng Tongtong ini cukup dikenal,” katanya.
Dia berharap, agar keris di Sumenep benar-benar menjadi sesuatu yang istimewa. Prosesi jamas keris diharapkan mengembalikan kejayaan keris di masa lalu.
“Keris merupakan simbol kejayaan. Keris merupakan simbol kekuatan ekonomi. Dan keris juga simbol sebuah perjuangan. Pak Karno tidak lepas dari keris,” jelasnya.
Ia meyakini, keris akan memperkuat ekonomi dan meningkakan kesejahteraan masyarakat. Saat ini harga keris mencapai puluhan juta.
“Harga keris saat ini punya nilai tinggi, hingga 35 juta, ada yang 20 juta dan ada yang 15 juta. Ini berarti keris mulai punya nilai ekonomi tinggi. Mari kita kembalikan masa keemasan keris,” jelasnya. (JUNAIDI/ROS/VEM)