KORANMADURA.com – Festival Keraton dan Masayarat Adat (FKMA) ke V se-Asean sudah purna digelar. Acara yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo dengan dihadiri oleh ratusan raja dan sultan dari Asia Tenggara ini diakhiri dengan Prosesi Hari Jadi Sumenep ke-749, Rabu, 31 Oktober 2018.
Selama kurun waktu empat hari, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur berupaya untuk menjadi tuan rumah yang baik dengan menyuguhkan beberapa tontonan menarik. Diantarnya Kirab Keraton, Pegelaran Seni Keraton hingga Parade Tong-tong.
Tari-tari khas Sumenep juga ditampilkan. Selain itu, para tamu juga berkesempatan untuk berkeliling menikmati beberapa wisata yang ada di Kabupaten Sumenep.
Namun, menurut Ketua Kaukus Mahasiswa Sumekar (KMS), Imam Arifin, ada beberapa catatan “merah” yang tersisa dari acara FKMA tersebut. Salah satunya soal kesiapan Sumenep dalam menggelar even-even besar. Sebab berdasarkan hasil investigasi KMS, acara FKMA banjir kritik, termasuk munculnya kekecewaan dari para tamu.
“Selain fasilitas yang kurang memadai, juga persiapan acara yang terkesan gesa-gesa. Bahkan para pemandu tamu yang bekerja siang dan malam juga mengeluh soal bayaran,” kata Imam Bongkar, panggilannya, Kamis, 1 November 2018.
Memang, lanjut Imam, bagi sebagian orang bukan masalah besar, tetapi ini adalah catatan berhaga yang perlu jadi pelajaran bersama untuk masa-masa mendatang. Apalagi Sumenep punya program Visit yang perlu dipromosikan dan dikembangkan.
“Jika mengurus acara semacam itu saja tak mampu, bagaimana akan mengurus even yang lebih besar lagi,” tambahnya.
Ini menjadi bukti bahwa acara tersebut hanya sekadar formalitas semata. “Yang penting diadakan meski indikatornya tak jelas. Berarti buang-buang anggaran. Karena jelas tak sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk ini, apalagi mendatangkan Presiden Jokowi,” tegasnya.
Imam juga menyoroti soal anggaran yang digunakan pada acara ini. Kabarnya, anggaran FKMA mencapai Rp 3 miliar dari Anggaran Perencanaan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018. “Belum lagi saya dengar kabar yang beredar, ada sumbangan dari salah satu BUMD Rp 600 juta. Wah, ini jika ini benar, maka jangan salahkan kalau ada BUMD bangkrut,” ujar Imam.
Bermula dari Fasilitas
Sejatinya, tanda-tanda “kurang baik” pada acara FKMA itu sudah terlihat sebelum acara. Selain 145 Raja atau Sultan yang hadir tak mendapat fasilitas yang layak, banyak peserta juga tak kebagian jatah tempat.
“Kalau yang 150 raja itu sudah pasti (hadir ke acara FKMA). Kemudian ada tambahan yang tidak terfasilitasi, artinya beliau datang dengan biaya sendiri, itu 145 raja,” ungkap Bupati Sumenep, A. Busyro Karim, Rabu, 24 Oktober 2018 lalu.
Akhirnya, setelah pusing tujuh keliling, jalan alternatif yang harus ditempuh oleh pemerintah daerah adalah “menyulap” rumah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi hotel. Sehingga Bupati dua periode ini harus turun langsung dan berkoordinasi dengan para kepala OPD.
“Saya akan terun ke rumah-rumah kepala dinas, mungkin di rumahnya ada dua kamar, nantinya akan saya tempatkan raja-raja di situ,” kata orang nomor satu di lingkungan Pemkab Sumenep ini.
Kemudian, pada tanggal 25 Oktober 2018, Bupati menyatakan final kalau rumah kepala dinas akan ditempati oleh para tamu. “Untuk tamu akan ditempatkan di hotel, Rumah kepala dinas. Ada yang sudah siap dua kamar ada yang satu kamar,” kata Bupati Sumenep A Busyro Karim, Kamis, 25 Oktober 2018 lalu.
Selain itu, peserta FKMA juga akan ditempatkan di sejumlah rumah penginapan yang ada di seputaran Kota Sumenep. “Ada juga homestay dan rumah masyarakat,” jelasnya.
Pilu Sang Pemandu Tamu
Masalah yang satu “dianggap” selesai, namun masalah lain datang. Adalah bayaran pemandu tamu para Raja dan Sultan selama berada di Sumenep. Sebab kerja lembur mereka tidak mendapat honor yang layak dari panitia. Selama lima hari, mereka hanya mendapat bayaran Rp 250.000. Artinya, selama sehari semalam mereka dibayar Rp 50.000.
“Selama lima hari kita dibayar Rp 250.000, berarti selama sehari semalam Rp 50.000, sungguh memilukan mas, ibarat bekerja ke Belanda,” ucap Fauzan, salah satu pemandu para tamu Raja dan Ratu dalam acara FKMA tersebut, Kamis, 1 November 2018.
Kepada koranmadura.com, Fauzan mengaku bahwa liaison officer (LO) mengeluh semua, lantaran honor yang diterimanya sangat tidak layak. Sebab sebelumnya, mereka mendampingi tamu dalam acara “Jatim Specta Nigh Carnival”, honornya Rp. 250.000 dalam sehari semalam.
“Lah acara FKMA ini kita menerima Rp 250.000 selama 5 hari 5 malam, para kuli bangunan saja Rp 90.000 dalam sehari, itupun sore sudah bisa pulang, sungguh terlalu kan?” ucapnya dengan nada sewot.
Sampai saat ini, Kepala Disparbudapora Sumenep, Sufiyanto belum bisa dimintai keterangan meski koranmadura.com terus berupaya menghubungi berkali-kali. Sepertinya ia enggan untuk mengangkat telepon.
Namun, berdasarkan hasil konfirmasi Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Kabid Disparbudpora) Sumenep, Robi menyatakan bahwa honor yang diberikan kepada LO sudah sesuai dengan yang tertera dalam APBD.
“Yang diberikan kepada LO itu, di anggaran kita memang betul 250 ribu sampai pekerjaan selesai,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Disparbudpora Sumenep, Robi, Kamis, 1 November 2018.
Bahkan ia juga menegaskan, pihaknya tidak pernah menjanjikan akan memberikan honor lebih dari yang tertera dalam APBD. Sehingga kemungkinannya, sambung dia, para LO tidak menerima informasi secara lengkap tentang LO.
“Semestinya sejak awal mereka (para LO) komunikasi dengan kita. Tanya, honornya berapa dan sebagainya. Tapi yang jelas, mengenai hal itu sudah disampaikan oleh EO (even organizer),” tambahnya.
Lebih lanjut Robi menjelaskan, mestinya honor LO tidak sampai Rp 250 ribu seperti yang diberikan. Sebab masih harus dipotong pajak sebesar 5 persen. “Tapi karena pertimbangan kemanusiaan, pajaknya kami yang menanggung,” pungkasnya (SOE/DIK)