BANGKALAN – Sudah sejak sebulan terakhir, masyarakat Dusun Laok Perreng, desa Tambin mengalami krisis air. Hal itu disebabkan musim kemarau yang sudah mengurangi debit sumber air yang ada. Mereka pun mengaku rela mengambil air dari sumber yang ada dengan jarak tempuh 1 kilometer.
Menurut salah satu warga setempat, Toha, persediaan air yang ada hanya tinggal satu titik sumber air. Sebab dua sumber lainnya, sudah tidak mengeluarkan air, sehingga warga berbondong-bondong mengambil air pada sumber air yang tersisa. Itu pun harus menunggu lama untuk mendapatkan satu galon air.
”Dua sumber air sudah kalah. Setiap pagi dan sore warga di sini mengambil air secara bergantian. Butuh waktu setengah hari untuk mendapatkan satu drum air bersih,” terang Toha, kemarin (25/9).
Dia menjelaskan, bagi warga yang mampu, mereka cenderung akan membeli air dengan harga Rp 130 ribu per Pick Up. Akan tetapi, bagi warga yang miskin, rela untuk menempuh jarak 1 kilo meter demi mendapatkan air.
”Air merupakan kebutuhan yang fital. Jika tidak ada campur tangan pemerintah, kami kawatir mengenai kondisi masyarakat yang ada sekarang,” jelasnya.
Selain itu, mereka mengeluhkan kondisi air PDAM yang sejak satu tahun tak berfungsi. Sebab, air tak lagi mengalir ke setiap rumah warga. Padahal, warga mengaku siap untuk membayar biaya penggunaan air. Dari pada harus susah payah mengambil air, apalagi membeli dengan harga mahal.
”Dulu di sini ada jaringan PDAM, tapi air tidak teraliri selama kurang lebih satu tahun. Alasannya, karena mesinnya mengalami kerusakan,” ungkapnya.
Namun, jika ada perhatian dari pemerintah seharusnya mesin yang dimaksud diperbaiki, karena masyarakat siap untuk membayar. Salah satu solusi bisa dilakukan perbaikan sehingga air bisa teraliri kembali ke rumah-rumah warga.
Hal senada disampaikan Subhan, warga lainnya. Menurutnya, meski tidak semuanya desa Tambin mengalami kekeringan, seperti dusun Duko, dan Tambin Barat yang masih ada air. Dusun laok perreng ini, sudah sejak 2 tahun terakhir mengalami krisis air setiap musim kemarau.
”Harapan kami, ada bantuan droping air secara rutin bagi warga agar tidak lagi mengalami krisis air,” harapnya.
Sementara itu berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bangkalan, sebanyak 152 Desa di kabupaten Bangkalan terancam kekeringan, dari ratusan desa tersebut sebanyak 47 desa di 17 kecamatan masuk ke dalam katagori kering kritis.
”Sejak tanggal 29 Agustus hingga 25 Oktober sudah kita tetapkan sebagai bencana kekeringan,” kata Kepala BPBD Bangkalan, Wahid Hidayat.
Dia menjelaskan, selama 58 hari ditetapkan sebagai bencana kekeringan, BPBD mendroping air bersih ke desa desa yang mengalami kekeringan. “Setiap hari kita droping air ke desa yang mengalami kekeringan, dalam sehari 10 tangki kita droping,” jelasnya.
Menurutnya, dalam penetapan bencana kekeringan ini, BPBD telah membagi ratusan yang terancam kekeringan dalam tiga kategori. Antara lain, 47 desa masuk dalam kategori kering kritis dan 58 desa masuk kedalam kata gori kering langka terbatas.
”Kalau masyaarakat desa dalam mencari air 1 hingga 3 km maka masuk ke dalam kata gori kering langka, kalau jauhnya 0 hingga 3 km maka masuk dalam kategori kering langka terbatas,” tutur Wahid Hidayat.
Dari 17 kecamatan yang ada, masing-masing terdapat 2 hingga 3 desa. Jadi di setiap kecamatan mesti ada desa Kering kritis. Oleh karena itu, selama bencana kekeringan ini, banyak masyarakat dari desa yang terancam kekeringan itu telah minta bantuan air ke pemkab Bangkalan.
”Ya mintanya ke pak bupati, kita bersama instansi terkait, hanya melayani saja,” pungkasnya. (ori/rah)