MAGETAN, koranmadura.com – Meski tinggal di kawasan perkotaan, seorang kakek bernama Sadikun justru tinggal di rumah yang tidak layak huni, bahkan bisa disebut reyot. Potret tentangnya kemudian diviralkan lewat Facebook.
Adalah pemilik akun Facebook bernama Sulis Ibue April Putry yang menggambarkan kediaman kakek berusia 87 tahun ini. Sulis mengungkapkan, atap rumah Sadikun sudah runtuh sebagian, tembok rumahnya pun rapuh. Begitu masuk ke dalam rumah yang berukuran 6 x 8 meter itu, banyak barang yang dibiarkan berserakan tak ubahnya gudang.
Dalam caption, Sulis kemudian mengajak warganet untuk memberikan sumbangan atau bantuan semampunya kepada kakek yang sudah tinggal sendiri tersebut. Tak disangka, postingan Sulis pun menjadi viral.
Dilansir detik.com, Rabu, 23 Januari 2019, Sadikun tinggal di Jalan Barat RT 05 RW 02 Kelurahan Sempol, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan. Rumah kakek Sadikun sebenarnya berada di pinggir jalan besar, bahkan bertetangga dengan sebuah rumah bertingkat dua. Namun keadaan rumahnya sungguh berkebalikan 180 derajat dengan tetangganya.
Dari jalan besar itu, harus melewati sebuah jembatan di atas selokan yang tak kalah reyotnya untuk bisa menuju rumah Sadikun. Jarak rumah Sadikun dengan jalan besar sendiri berkisar 6 meter. “Monggo mas mlebet (mari masuk, mas),” ujar Sadikun saat ditemui di rumahnya.
Ketika ditanya, Sadikun mengaku hanya bisa pasrah dengan keadaan rumahnya yang sebenarnya tidak layak huni. Bahkan karena atap yang sudah bocor itu, Sadikun rela tidur di emperan rumahnya, terutama saat hujan. “Kulo tilem teng mriki (saya tidur di sini),” tuturnya sambil menunjuk lantai emperan yang masih berupa tanah.
Dia mengaku sudah cukup tidur hanya beralaskan baliho bekas, kendati masih bisa terkena air atau angin saat hujan melanda. Lantas kemana keluarganya?
Sadikun mengatakan, dari kedua putrinya, semuanya juga hidup pas-pasan. Itulah sebabnya Sadikun enggan merepotkan mereka, toh istrinya sudah meninggal dunia. Dia merasa bisa mengurus dirinya sendiri. “Saya ndak mau merepotkan anak. Ekonominya juga pas pasan. Satu di Kaibon, Madiun namanya Satini dan satu di Magetan, Desa Tanjung Selor namanya Sainem,” tuturnya.
Untuk bertahan hidup, Sadikun mengaku bisa makan seadanya. Dengan pekerjaannya sebagai buruh tani, penghasilannya pun tak menentu. Jika ada uang, dia bisa membeli makan di warung. Namun jika tidak, dia terkadang memasak beras yang diperolehnya sebagai upah. (DETIK.com/ROS/DIK)