Oleh: MH Said Abdullah
Kabar burung yang dipercaya berpotensi dapat memberi pengaruh lebih kuat dibanding berita asli. Dalam kalimat lain kebohongan yang disebarkan terus menerus dapat dianggap kebenaran sehingga dipercaya masyarakat.
Deretan kalimat di atas secara sosiologis terbukti mudah terjadi di tengah masyarakat terutama yang masih berpendidikan rendah. Minimal mudah mempengaruhi dan menimbulkan keraguan sehingga ketika informasi ‘sebenarnya’ datang terjadi pergolakan psikologis. Mereka yang kurang berpikir kritis akan mudah terperangkap dalam kebohongan kabar burung, yang pertama diterima.
Dalam konteks pelaksanaan Pemilu tahun 2019 ini aroma merebaknya kabar burung sangat kencang. Berbeda dengan kabar burung dalam pengertian aslinya, yang tercipa dan tersebar biasanya karena kekurangan informasi atau ketaktahuan; apa yang belakangan merebak memperlihatkan kabar burung yang sengaja diproduksi yang dalam istilah sekarang disebut Hoaks . Sangat sistematis, terstruktur dan massif memanfaatkan kemudahan teknologi informasi dan komunikasi yang aplikasinya tampak jelas dalam media sosial.
Kasus terbaru ‘kabar burung’ terkait Pemilu 2019 adalah peredaran informasi hasil perhitungan perolehan suara pelaksanaan pemilu di luar negeri. Pemilu di luar negeri sesuai jadwal KPU memang dilaksanakan pada tanggal 8 sampai dengan 14 tahun 2019. Namun perhitungannya baru dilaksanakan serentak pada tanggal 17 April mendatang.
Yang beredar hasil perhitungan pemilu abal-abal sekarang di media sosial memperlihatkan pasangan nomor urut 02 menang besar di beberapa negara. Dari komposisi hasilnya saja terlihat jelas pihak mana yang berkepentingan penyebaran berita menyesatkan itu.
Bahwa berita Hoaks hasil penghitungan suara luar negeri itu dirancang sistematis terlihat dari anatomi pemberitaannya. Di bagian atas dipasang link media online resmi tentang proses pemilu di luar negeri berjalan lancar. Namun di bawah link –ini kelihatan sistematis penyebaran berita bohongnya- ditambahkan hasil perhitungan abal-abal. Beruntung KPU mencium peredaran berita berbahaya itu dan langsung menjelaskan bahwa hasil perhitungan suara luar negeri yang beredar adalah Hoaks .
Pertanyaannya, apakah penyebaran berita Hoaks hasil perhitungan suara luar negeri hanya sekedar iseng-iseng dari segelintir orang yang tidak memiliki pekerjaan? Jika menganggap penyebaran berita Hoaks perhitungan pemilu luar negeri sebagai keisengan semata jelas merupakan sikap kurang kehati-hatian.
Apa yang berkembang terakhir ini memperlihatkan potensi berbahaya bagi kedamaian dan keamanan negeri ini. Kasus Hoaks terbaru terkait pemilu terlihat tidak berdiri sendiri. Ini bagian dari rentetan upaya membangkitkan ketakpercayaan kepada penyelenggara pemilu yaitu KPU. Sehingga bila nantinya ada pihak yang kalah akan mudah menggalang pembenaran untuk menyerang dan menyerbu KPU. Atau pada titik lebih jauh menciptakan kekeruhan di negeri ini.
Sekedar menyegarkan ingatan proses menggalang ketakpercayaan kepada KPU itu di tahun 2019 saja terjadi beberapa kali. Pada awal tahun ini disebarkan Hoaks adanya tujuh kontainer yang masing-masing berisi 10 juta kertas suara dari Cina yang sudah dicoblos untuk pasangan nomor urut 01. Di daerah khsusnya kawasan Sumatra Utara juga beredar kabar bahwa kertas suara telah dicoblos untuk pasangan nomor urut 01. Yang belum lama beredar Hoaks server KPU di setting untuk memenangkan pasangan nomor urut 01.
Dari rentetan penyebaran kabar burung sistematis, yang dikenal dengan istilah Hoaks itu, seluruhnya bermuatan menebarkan virus ketakpercayaan kepada KPU. Dari sini tercium tajam aroma sebagai upaya menciptakan kekeruhan di negeri ini. Ucapan M. Amien Rais tentang akan mengerahkan people power makin mempertegas bahwa ada upaya menggiring masyarakat negeri ini menuju arus dasyat konflik sosial.
Masyarakat negeri ini yang berpikiran waras harus mewaspadai upaya provokasi yang ingin menciptakan konflik sosial di negeri ini melalui pintu pelaksanaan pemilu. Masyarakat harus mendukung penegasan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bahwa TNI akan mengerahkan seluruh personel dan kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk pengamanan Pemilu 2019.
Indonesia tercinta tidak boleh terkoyak oleh kepentingan syahwat kekuasaan segelintir orang. Seluruh rakyat, bersama TNI dan Polri harus menjaga keutuhan NKRI. Kedamaian dan persatuan serta persaudaraan di negeri ini di atas segala-segalanya. (*)
*Wakil Ketua Banggar DPR RI