JAKARTA, koranmadura.com – Pulau Madura adalah salah satu daerah di Jawa Timur yang dikenal sebagai penghasil batik tulis. Sebaran pengrajin batik di Madura dapat ditemukan di empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
Pemilik batik aromatik Al-Warits Warisatul Hasanah yang berasal dari Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan, berhasil menembus ekspor ke Amerika Serikat (AS) dengan volume ekspor hingga lima ribu lembar kain batik tulis dalam per bulan.
Saat ditemui detikcom dalam gelaran Trade Expo Indonesia di ICE BSD, Tangerang, Waris mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat-China berdampak pada lambatnya pembayaran yang dilakukan pembeli dan berimplikasi pada permodalan selanjutnya.
“Ada efeknya. Pembayaran jadi nggak terlalu lancar. Padahal sebelumnya pembayarannya selalu tepat waktu,” kata Waris, Sabtu, 19 Oktober 2019.
Meski demikian, dia mengaku percaya pada buyer yang menjadi mitra tetapnya dan akan tetap membayar, meski ada keterlambatan. Waris mengatakan untuk sekali produksi untuk memenuhi permintaan pasar AS, Waris harus memiliki tiga kali modal agar tetap dapat mensuplai batik tulis.
“Saya mencontohkan, sekali produksi modalnya Rp 1,5 miliar sampai Rp 3 miliar, jadi saya harus punya modal antara Rp 4,5 miliar hingga Rp 9 miliar. Karena dengan modal tersebut saya harus selalu sedia lembar kain kosong, kain yang diproduksi, dan kain yang diwarnai. Baru setelah itu bisa punya stok. Kalau tidak ada modal lebih, maka tidak bisa punya stok untuk memenuhi order di bulan selanjutnya,” ungkap Waris.
Bagi Waris, modal sangat penting untuk terus mempertahankan pasar ekspor. Hingga saat ini, omzet yang dicapai oleh Waris dari pasar ekspor AS bisa mencapai Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar dengan grafik yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Waris mengatakan keuntungan yang diperoleh tak pernah ia belanjakan untuk kebutuhan pribadi, melainkan terus diputar untuk permodalan selanjutnya. Selain itu, uang tersebut akan dibayarkan kembali pada kelompok pengrajin-pengrajin tradisional yang telah ikut memproduksi batik tulisnya.
Batik tulis Al-Warits diproduksi secara berkelompok. Setiap kelompok memproduksi 100 lembar kain. Saat ini ada tujuh kelompok pengrajin yang dibentuk sendiri oleh Waris, dan akan berkembang lagi menjadi 11 kelompok yang tersebar di Kecamatan Klampis dan Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan dengan total lebih dari 200 pengrajin, baik wanita maupun pria.
Terlambatnya pembayaran oleh pembeli asal AS dinilai sebagai imbas perang dagang antara AS-China, secara langsung berdampak pula pada permodalan produksi batik untuk memenuhi permintaan selanjutnya yang terus meningkat.
“Kurang modal di stok barang sebenarnya. Jadi kalau orang luar negeri mau barang secara cepat, kita kadang di situ kelemahannya. Karena di situ saya nggak bisa memenuhi permintaan pasar, sementara pasar sudah menunggu barangnya,” ungkapnya.
Pasar AS jumlah order per bulan sebanyak 5.000 lembar kain batik dengan mulai dari ukuran S, M hingga L (dari L1- L8) dengan per ukuran sebanyak 50 lembar kain batik.
Meski demikian, ia mengaku percaya pada buyer yang menjadi mitra tetapnya dan akan tetap membayar, meski ada keterlambatan. Waris mengatakan untuk sekali produksi untuk memenuhi permintaan pasar AS, Waris harus memiliki tiga kali modal agar tetap dapat mensuplai batik tulis.
“Saya mencontohkan, sekali produksi modalnya Rp 1,5 miliar sampai Rp 3 miliar, jadi saya harus punya modal antara Rp 4,5 miliar hingga Rp 9 miliar. Karena dengan modal tersebut saya harus selalu sedia lembar kain kosong, kain yang diproduksi, dan kain yang diwarnai. Baru setelah itu bisa punya stok. Kalau tidak ada modal lebih, maka tidak bisa punya stok untuk memenuhi order di bulan selanjutnya,” ungkap Waris.
Bagi Waris, modal sangat penting untuk terus mempertahankan pasar ekspor. Hingga saat ini, omzet yang dicapai oleh Waris dari pasar ekspor AS bisa mencapai Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar dengan grafik yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Waris mengatakan keuntungan yang diperoleh tak pernah ia belanjakan untuk kebutuhan pribadi, melainkan terus diputar untuk permodalan selanjutnya. Selain itu, uang tersebut akan dibayarkan kembali pada kelompok pengrajin-pengrajin tradisional yang telah ikut memproduksi batik tulisnya.
Batik tulis Al-Warits diproduksi secara berkelompok. Setiap kelompok memproduksi 100 lembar kain. Saat ini ada tujuh kelompok pengrajin yang dibentuk sendiri oleh Waris, dan akan berkembang lagi menjadi 11 kelompok yang tersebar di Kecamatan Klampis dan Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan dengan total lebih dari 200 pengrajin, baik wanita maupun pria.
Terlambatnya pembayaran oleh pembeli asal AS dinilai sebagai imbas perang dagang antara AS-China, secara langsung berdampak pula pada permodalan produksi batik untuk memenuhi permintaan selanjutnya yang terus meningkat.
“Kurang modal di stok barang sebenarnya. Jadi kalau orang luar negeri mau barang secara cepat, kita kadang di situ kelemahannya. Karena di situ saya nggak bisa memenuhi permintaan pasar, sementara pasar sudah menunggu barangnya,” ungkapnya.
Pasar AS jumlah order per bulan sebanyak 5.000 lembar kain batik dengan mulai dari ukuran S, M hingga L (dari L1- L8) dengan per ukuran sebanyak 50 lembar kain batik. (DETIK.com/ROS/DIK)