SUMENEP, koranmadura.com – Meski telah lama direncanakan, pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Rubaru, Sumenep, Madura, Jawa Timur, sejauh ini seperti masih ‘jalan di tempat’. Hal itu diakui oleh Bappeda setempat.
Baca: Lama ‘Jalan di Tempat’, 2020 Bappeda Sumenep akan Seriusi Pengembangan Kawasan Agropolitan
Hal itu bisa terjadi, salah satunya, karena stakeholder atau pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan sejauh ini dinilai masih berjalan sendiri-sendiri. Ego sektoral terkesan masih cukup kental.
Penilaian itu disampaikan oleh salah seorang akademisi, Rillia Aisyah Haris. Padahal, menurut dosen di Fisib Universitas Wiraraja (Unija) ini, pengembangan kawasan agropolitan itu tidak bisa hanya dijalankan oleh satu instansi.
Menurut dia, Bappeda, Dispertahortbun, Dinas PU Bina Marga, Dinas PU Sumber Daya Alam, Disperindag, Diskop dan UKM, Dinas Peternakan, Perbankan, akademisi/perguruan tinggi, media, serta Gapoktan harus bahu-membahu menyukseskan program tersebut.
“Termasuk juga pihak swasta yang bertindak sebagai distributor olahan bawang merah, misalnya dijadikan bawang goreng,” kata perempuan yang disertasinya tentang agropolitan dengan judul “Model Pengembangan Agropolitan dalam Perspektif Collaborative Governance” itu.
Dari pengamatannya, selama ini beberapa kali rapat koordinasi belum semua stakeholder terlibat. Identifikasi masalah di lapangan dan kendala yang dihadapi juga pernah dilakukan. Namun eksekusi untuk menghadirkan solusi bllelum terealisasi.
Untuk itu, sambungnya, perlu payung hukum yang jelas. Misalnya Perda mengenai aktor/stakeholder yang terlibat dalam program ini berikut tugas masing-masing. Dengan begitu diharapkan ada sharing sumber daya dan pengetahuan.
“Sehingga pola kerjasama dan koordinasi antarstakeholder akan lebih tertata untuk menuju arah kolaborasi yang sinergi. Dalam hal ini juga dibutuhkan peran pemimpin punya inisiatif, inovatif dan fasilitatif,” tegasnya. (FATHOL ALIF/ROS/VEM)