SAMPANG, koranmadura.com – Meski telah dinyatakan selesai pengerjaan fisiknya pada penghujung tahun 2019 melalui perpanjangan kontrak dengan konsekuensi denda, program peningkatan wilayah kelurahan melalui Alokasi Dana Kelurahan (ADK) Tahun Anggaran 2019 masih jadi polemik.
Pasalnya, pencairan dana yang secara proses administrasinya menyertakan bukti laporan progres pengerjaan melalui surat pertanggungjawaban (Spj) mulai dipertanyakan oleh Aulia Rahman, salah satu anggota DPRD Sampang Dapil I.
Dia mengaku, kecurigaan terhadap program ADK terendus sejak awal pelaksanaan yang dikerjakan molor pada waktunya. Bahkan kecurigaan itu menguat setelah dirinya mendapatkan laporan masyarakat serta proses tindak lanjutnya pihak terkait enggan menghadiri pemanggilan di gedung legislatif.
“Kegiatan ADK itu ada di enam Kelurahan, Kecamatan Sampang. Setelah saya tindak lanjuti dan disidak, ada dua hal yang terlihat janggal pada pelaksanaan ADK ini, pertama kegiatan fisiknya banyak yang tidak sesuai standart seperti pengerjaan saluran beton air (U-ditch), bahan banyak yang retak sebelum dipasang. Kemudian yang kedua, pengerjaan ADK yang rata-rata pengerjaan U-ditch dilakukan perpanjangan kontrak kerja hingga 31 Desember 2019. Tapi pencairan dananya sudah selesai dicairkan sebelum pengerjaan progres 100 persen alias pengerjaan fisiknya masih berlangsung atau sekitar masih 90 persen, nah dasar pencairannya itu apa,” ucap dia, Sabtu, 4 Januari 2020.
Kejanggalan itu, menurutnya, ada dua elemen organisasi masyarakat yang informasinya akan melakukan pelaporan ke ranah hukum.
“Saya sebagai sebagai anggota DPRD, siap mendukung manakala memang dilaporkan. Bahkan saya siap jika diperlukan menjadi saksi,” katanya.
Sementara itu, Sekjen Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat (Lasbandra), Rifa’i mengungkapkan, selain pelaksanaannya penuh kejanggalan, dirinya menduga ada kongkalikong dalam realisasi pencairan program ADK Kota Sampang. Dugaan itu, menurut Rifa’i diketahui dengan dokumen pencairan 100 persen progres pengerjaan pada tanggal 31 Desember, padahal pada waktu yang sama di beberapa titik lokasi masih dilakukan finishing pengerjaan.
“Nah bagaimana bisa, kegiatan masih berlangsung tapi pencairan sudah terealisasi pada tanggal 31 Desember 2019. Padahal Bank saja tutupnya pada tengah hari, terus kapan yang mau bikin laporan pengerjaannya. Ini kan aneh, ” ungkapnya menduga.
Pihaknya juga menduga ada pemalsuan dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) antara pihak rekanan dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pengguna Anggaran (PA), dan Konsultan Pengawas.
Terpisah, Camat Sampang selaku Pengguna Anggaran (PA) pada kegiatan ADK membantah jika pencairan dilakukan ketika pengerjaan fisik masih berlangsung. Pihaknya mengklaim rata-rata pengerjaan fisik ADK telah tuntas pada 30 Desember 2019 melalui perpanjangan kontrak.
“Hanya saja, memang ada permintaan warga untuk dilakukan perbaikan karena kurang bagus ketita dilintasi mobil seperti di jalan Imam Ghazali, Kelurahan Gunung Sekar, jadi per tanggal 31 masih dilakukan perbaikan. Tapi sebenarnya sebelum 31 Desember 2019 itu sudah selesai 100 persen. Kemarin per 1 Januari 2020 amsih ada di finishing, tapi pengerjaannya selesai semua. Nah untuk pencairannya, saya tidak ingat satu persatunya karena SP2Dnya ada di bagian keuangan BP2KAD,” akunya.
Dikonfirmasi Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Sampang, Saryono mengatakan bahwa pihaknya hanya melakukan pencairan anggaran untuk setiap kegiatan yang sudah dinyatakan selesai berdasarkan laporan yang ada.
“Untuk ADK sudah dicairkan, kami hanya menerima laporannya saja, untuk tekniknya saya kurang paham. Kami melakukan pencairan berdasarkan administrasi,” katanya melalui jaringan selluler pribadinya.
Sekedar diketahui, anggaran untuk ADK tahun 2019 melalui APBD perubahan dengan nilai masing-masing Kelurahan Rp 800 juta. Sedangkan di awal TA 2019, pihak kelurahan menerima ADK yang bersumber dari APBN masing-masing Kelurahan dianggarkan senilai Rp 370 juta. (MUHLIS/ROS/DIK)