Oleh MH. Said Abdullah
Kunjungan Presiden Jokowi ke Uni Emirat Arab (UEA) berhasil membawa investasi ke Indonesia sekitar Rp 314 trilyun, yang disepakati saat pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA Mohamed bin Zayed. Angka ini jauh lebih besar dibanding yang diinvestasikan Arab Saudi Rp 93 triliun ketika Raja Salman berkunjung ke Indonesia 2017 lalu.
Perbedaan angka investasi cukup signifikan itu tak perlu diperdebatkan karena kemungkinan memang situasional. Yang terpenting perlu dicermati apa faktor yang memberikan pengaruh peningkatan kepercayaan beberapa negara belakangan ini yang mulai meningkat relatif pesat. Kunjungan Presiden Jokowi ke berbagai negara belakangan ini selalu mendapat respon positif antara lain tercermin komitmen menanamkan investasi cukup signifikan.
Beberapa negara agaknya sudah mulai mencermati dan mengamati kesungguhan pemerintah kepemimpinan Jokowi dalam menata dan memperbaiki iklim investasi. Berbagai penyederhanaan regulasi serta pemangkasan birokrasi menjadi salah satu faktor penting dinamika kepercayaan para ivestor belakangan ini.
Faktor penting lainnya, kondisi politik Indonesia yang sangat stabil menumbuhkan keyakinan para investor. Keberhasilan Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 serta kemampuan menangani gejolak pasca pemilu makin memberikan keyakinan bahwa Indonesia, merupakan negara sangat potensial untuk menanamkan investasi. Bagaimanapun dunia usaha dimana dan dari manapun mutlak membutuhkan iklim politik stabil, aman dan damai.
Presiden Jokowi pada periode kepemimpinan kedua ini terlihat sangat keras dan tegas dalam persoalan pembenahan berbagai regulasi. Kekecewaan ketika beberapa waktu lalu berdasarkan laporan Bank Dunia ada 33 perusahaan keluar dari Cina dan tidak ada satupun yang lari ke Indonesia, makin mendorong Presiden Jokowi intensif mengevaluasi dan membenahi regulasi dan birokrasi pemerintahan.
Ketika bertemu kepala daerah seluruh Indonesia beberapa waktu lalu Presiden Jokowi sangat terbuka dan tegas memerintahkan agar jangan lagi sibuk membuat Perda yang mempersulit investasi. Perda-perda yang dianggap mempersulit masuknya para investorpun diminta Presiden segera dicabut atau direvisi.
Memang ketegasan pemerintah dalam persoalan regulasi dan birokrasi yang dicanangkan Presiden Jokowi di awal kepemimpinan periode keduanya, memberikan harapan baru peningkatan investasi. Kesungguhan dan langkah riil yang telah dilakukan pemerintah mulai memperlihatkan hasil dengan makin banyak kesediaan negara sahabat untuk menanamkan investasi di negeri ini.
Rencana pemerintah untuk menyiapkan Omnibus Law, yang antara lain terkait pengembangan investasi merupakan langkah besar, yang sudah tentu mendorong perubahan persepsi para calon investor. Mereka tentu mencium potensi pengembangan investasi di negeri ini jika kendala kronis terkait regulasi dan birokrasi dibenahi.
Secara potensi pasar Indonesia, yang penduduknya terbesar ke empat di dunia, sudah pasti sangat menggiurkan. Investasi apapun yang ditanamkan di negeri ini, tersedia basics market luar biasa besar, sangat prospektif. Karena itu jika sebelumnya ternyata tidak menggoda investor sebagian besar dipastikan disebabkan regulasi dan birokrasi yang berbelit-belit.
Birokrasi dan regulasi yang seakan menjadi penyakit kronis hingga sangat sulit diobati, yang menjadi penghambat utama minat investasi di negeri ini selayaknya terus diupayakan dibenahi. Karena itu semua pihak, pemerintah dan pemerintah daerah perlu bekerja keras berupaya mempermudah penanaman investasi dengan tentu saja tetap mengedepankan kepentingan nasional, peningkatan kesejahteraan rakyat.
Di luar beberapa faktor terkait peran pemerintah secara langsung, masyarakat perlu pula ikut serta menciptakan situasi kondusif. Rasa aman, kedamaian, stabilitas sosial politik jelas membutuhkan peran seluruh lapisan masyarakat dan tidak hanya tergantung pemerintah. Dibutuhkan kebersamaan seluruh komponen bangsa jika negeri ini, ingin menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia terbesar.