PAMEKASAN, koranmadura.com – Petani tembakau di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, khawatir dengan harga tembakah tahun ini. Pasalnya pemerintah setempat belum mematok Break Event Point (BEP) dan taget serapan tembakau.
Salah seorang petani asal Bujur Tengah, Kecamatan Batu Marmar, Muhammad Munir mengatakan, seharusnya Pemerintah segera menentukan harga rata-rata pembelian dan taget serapan tembakau.
“Ini adalah masuk musim tanam tembakau, kalau sudah masuk musim tanam maka pemerintah harus memberikan penjelasan dan melakukan sebuah langkah terhadap pabrikan untuk menanyakan soal harga rata-rata dan target berapa ton serapan tembakau Madura untuk tahun ini dari pabrik,” katanya, Senin, 15 Juni 2020.
Tidak hanya itu, pria yang aktif sebagai Ketua Paguyuban Petani Tembakau Madura tersebut meminta, pemerintah menekan pabrikan untuk menaikkan harga tembakau.
“Bagaimana pemerintah mampu menekan pabrikan untuk menaikkan harga pembelian sehigga serapan petani yang ada itu lebih maksimal dan lebih menjanjikan karena walau bagaimanapun ini tanggungjawab pemerintah untuk mengambil langkah awal sehigga petani itu bisa mengantisipasi,” paparnya.
Lanjut dia, jika petani tembakau tidak mendapat perhatian pemerintah, maka akan dimungkinkan terjadi gejolak di masyarakat.
“Kami sebagai kordinator paguyuban petani tembakau tetap menunggu langkah pemerintah. Kalau pemerintah sudah mengambil langkah yang baik dan tepat dan bisa menjabarkan tentang kebutuhan pabrikan, maka kami petani di bawah juga akan menyesuaikan untuk menjadi kebutuhan pabrikan secara terukur. Dan ini kami sampaikan dari awal kepada pemerintah, kalau seumpanya kedepan tidak ada langkah dari pemerintah jangan salahkan jika rakyat bergejolak,” ungkpanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pamekasan, Ahmad Sjaifudin mengatakan, untuk serapan tahun ini dimungkinkan menurun sekitar 50 persen dari tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena pengaruh pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
“Kemungkinan serapan pabrikan diprediksikaan turun 40-50, jadi sekitar turun 40 ton, tapi masih mau dikonfirmasi lagi karena masih ada pertemuan, dengan temen-temen stakholder di sini,” jelasnya.
Dari itu, Kata mantan Kepala Dinas Parawisata itu meminta, agar para petani yang memiliki lahan tidak produktif untuk ditanami tembakau bisa dialihkan kepada tanaman yang lain, seperti pangan.
“Nanam yang lain untuk lahan yang kurang rekomended lah,” paparnya.
Sedangkan untuk harga, pihaknya tidak bisa menentukan. Menurut dia, harga tergantung dari kualitas tembakau petani.
“Kalau harga kurang tahu. Kalau harga, tergantung cuaca lah, yang megkhawatirkan serapannya karena dulu 20 ribu ton, sekarang belum jelas,” ujarnya. (SUDUR/ROS/VEM)