SUMENEP, koranmadura.com – Potensi terjadinya pelanggaran oleh penyelenggara pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sumenep 2020 sangat tinggi.
Hasil survei yang dilakukan oleh Demos Stat Institute (DSI) menunjukkan potensi pelanggaran yang dilakukan oleh tim sukses pasangan calon sebesar 35 persen. Sementara potensi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebesar 24 persen.
Survei ini dilakukan beberapa hari dari tanggal 28 Mei hingga 3 Juli 2020 dengan menggunakan metode acak bebas tidak proporsioal bertingkat dengan jumlah responden sebanyak 131 (MOE 8.56%) dari target awal sebanyak 220 responden (MOE 6.61%).
Hasil survei tersebut disampaikan oleh Direktur Esekutif DSI Fatlur Rosi pada acara webinar pada 4 Juli 2020 kemarin. Fatlur Rosi saat itu menjadi pembicara menggantikan Hedy Wiyono selaku Peneliti DSI.
Kesempatan itu juga hadir Abdus Salam selaku Wadir Kedai Jambu Institute dan WAKA Hukum & Hak Asasi Manusi (HAM) Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Timur dan Abrari Alzael selaku sekertaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sumenep dan Direktur Eksekutif Lembaga Arus Informasi. Keduanya sama-sama menjadi pembicara pada acara dengan tema “Potensi Pelanggaran Pilkada Sumenep ditengah Pandemi”.
Fatlur Rosi mengatakan pelanggaran tersebut bisa terjadi yang disebabkan banyak faktor, salah satunya berkaitan kesiapan penyelenggara melaksanakan pemilihan.
“Pilkada di tengah pandemi ini pemerintah berada dalam situasi yang sangat sulit, mulai dari kesiapan penyelenggara sampai pada teknis pelaksanaan. Kalau ini dibiarkan, maka pelanggaran peluang besar terjadi,” katanya, sebagaimana rilis yang diterima koranmadura.com, Minggu, 5 Juli 2020.
Potensi terjadinya praktik politik uang dari hasil survei menunjukkan angka sebesar 82 persen dan pemanfaatan program pemerintah sebesar 7 persen.
Sementara Abbdus Salam selaku narasumber yang kedua juga membenarkan bentuk pelanggaran yang berpotensi besar yaitu penyalahgunaan wewenang dan money politik.
“Penyalahgunaan wewenang akan menjadi kehawatiran kita bersama selain money politic yang menjadi kebisaan praktik dalam berpolitik,” katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus cepat melakukan tindakan di tengah wabah Covid-19 agar upaya pelaksanaan pilkada berjalan dengan lancar.
“Pemerintah dituntut untuk segera mengambil tindakan untuk menuntaskan pandemi yang mewabah demi kepentingan bersama dan lancarnya proses pelaksanaan pilkada,” ungkapnya.
Abrari selaku narasumber yang ketiga juga memberikan pemaparan berkaitan dengan politik di era pandemi covid 19 yang dianggab sebagai alat legitimasi, yaitu bahwa politik juga harus dipahami sesuai dengan posisi, begitu juga dengan money politic.
“Politisi itu menafsir dari tempat dia berdiri”, ujar Abrari.
Ketua KPU Sumemep A. Waris belum bisa dimintai keterangan, saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya tidak merespons meski nada sambungnya terdengar aktif. Begitupula saat dikonfirmasi melalui pesan singkat (SMS) belum merespons hingga berita ini ditulis. (JUNAIDI/SOE/VEM)