SUMENEP, koranmadura.com – Faktor dominan kasus perceraian di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, disebabkan oleh perselisihan yang mengakibatkan ketidak harmonisan hubungan suami istri.
Hal itu diungkapkan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Sumenep, M. Arifin. Menurutnya, selain ketidak harmonisan, faktor ekonomi dan berpindahnya keyakinan (murtad) menjadi penyebab lainnya yang melatarbelakangi terjadinya perceraian.
Jadi, selama enam bulan, perceraian yang tercatat di PA Sumenep sebanyak 752 kasus. “Cerai talak ada 279 kasus, kemudian cerai gugat terdapat 473 kasus. Jadi totalnya 752 kasus perceraian sejak Januari hingga Juni,” katanya.
Sebelum diputus cerai, kata Arifin, setiap pemohon dipastikan melalui beberapa tahapan, seperti dilakukan mediasi kedua pihak agar menemukan solusi dan mengurungkan niat untuk bercerai. Sesuai tuntunan agama, perceraian sangat dilarang.
“Mediasi pasti dilakukan, ada yang gagal ada pula yang sukses. Sehingga mereka rujuk kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan, meski pandemi Covid-19, agenda sidang di PA Sumenep tetap digelar. Pelaksanaan sidang dilakukan sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah.
Hanya saja, jumlah pemohon setiap bulan fluktuatif, kadang meningkat terkadang menurun. “Pada bulan April dan Mei mengalami penurunan karena pandemi, tapi akhir Juni kembali meningkat mencapai ratusan perkara,” urainya. (JUNAIDI/ROS/VEM)