SAMPANG, koranmadura.com – Peningkatan taraf hidup petambak garam Sampang, Madura, Jawa Timur, di tengah pandemi Covid-19 kini mulai gonjang-ganjing.
Bahkan sejumlah petambak garam disebut-sebut mulai beralih profesi lantaran Harga Eceran Terendah (HET) hasil produksi garam semkin anjlok setiap tahunnya.
H. Hafiudin (63) petambak asal Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, mengaku, harga garam hasil produksi atau garam rakyat saat ini sudah tidak lagi berpihak kepada para petambak. Sebab saat ini hanya diharagai sebesar Rp 250 ribu per ton.
Ia juga menyebutkan, tren penurunan harga pasaran harga garam KW I selama empat tahun terakhir yaitu seharga Rp 3,5 juta per ton pada 2017, Rp 500 ribu per ton pada 2018, Rp 400 ribu per ton di tahun 2019 dan Rp 300 ribu per ton untuk harga saat ini.
“Ini juga karena banyaknya suplai garam dari luar yang masuk ke indonesia terlalu banyak. Sehingga garam asli dari para petambak tidak laku, bahkan harganya anjlok karena sangat murah dalam dekade 20 tahun terakhir. Karena garam saat ini hanya seharga Rp 250-300 ribu per ton untuk KW I dan Rp 200 ribu per ton untuk KW 2,” ungkapnya, Rabu, 16 September 2020.
Akibat harga yang dinilainya sangat murah itu, H. Hafiudin menyatakan, sejumlah petambak garam di Sampang mulai berhenti memproduksi garam rakyat hingga beralih ke pekerjaan lainnya.
“Karena jika dipaksakan produksi garam, maka yang terjadi malah akan rugi karena lebih besar biaya produksinya. Meski petambak garam sebagian masih produksi, hasilnya pun tidak maksimal karena biasanya dalam satu hektarnya mampu menghasilkan 100 ton lebih, kini hanya berproduksi 25-50 ton sekali panen,” paparnya.
Dirinya sebagai petambak garam asli Sampang, berharap kepada pemerintah agar, memerhatikan kondisi di bawah karena itu juga menyangkut hajat orang banyak.
“Saya mohon perhatikan nasib para petambak garam miniml bisa makan dari hasil produksi garam,” harapnya. (MUHLIS/ROS/VEM)