BANGKALAN, koranmadura.com – Paguyuban Pemuda Kabupaten Bangakalan, Madura, Jawa Timur ngeluruk kantor Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura, dan Perkebunan (Dispertahorbun) setempat, Senin 23 November 2020. Turut hadirkan juga distributor pupuk.
Mereka geram karena ada permainan harga dan kelangkaan pupuk di wilayah Geger. Bahkan di saat para petani yang lagi membutuhkan pupuk dijadikan kesempatan untuk meraup keuntungan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab.
Koordinator aksi, Subairi menilai, harga yang ada dilapangan telah melanggar aturan harga eceran tertinggi (HET). Berdasarkan pantauan di lapangan, katanya pupuk Urea bersubsidi dijual dari Rp 130 hingga Rp 140 ribu.
“Sebenarnya jika jika pukuk urea subsidi itu harganya Rp 90 ribu. Jadi itu ada permainan harga,” kata Ubai, sapaan akrabnya.
Tak hanya itu, dirinya juga menyayangkan terkait kinerja dari pihak Dispertahorbun dan distributor pupuk di Bangkalan. Karena, hingga saat ini para petani masih kesulitan mendapatkan pupuk, padahal ini sudah musimnya bercocok tanam.
“Masyarakat sudah menyemai, per hari ini umurnya 20 hari, jadi waktunya menanam. Tapi petani tidak merata mendapatkan pupuk,” ucapnya.
Oleh karena itu, dirinya mendesak dinas terkait dan distributor, agar menyelesaikan persoalan dan keluhan dari para petani. Jika tidak ada tindak lanjut, dirinya mengancam akan membawa massa lebih banyak lagi.
“Kami mendesak melakukan perataan mulai dari harga dan penyaluran pupuk. Jika tidak, akan akan datang kembali,” katanya.
Kepala Dispertahorbun Kabupaten Bangkalan, Puguh Santoso menyampaikan, penyebab terkesan ada kelangkaan pupuk disebabkan minimnya sumber daya manusia. Padahal, setiap hari petugas terus melakukan pendistribusian.
“Petugas kami yang minim memang. Setiap hari kami selalu menyalurkan pupuk, makanya kami mohon bersabar,” ucapnya.
Ketua asosiasi Distributor Pupuk wilayah Kabupaten Bangkalan, Abdurrohim Mahmud menyampaikan berdasarkan Permentan Nomor 01 tahun 2020 ada harga yang sudah ditetapkan. Jika melebihi dari harga tersebut maka dianggap ilegal.
“HET Urea Rp 90 ribu, ZA Rp 70 ribu, SP36 Rp 100 ribu Toska 115 ribu, Organik Rp 20 ribu per sak,” katanya.
Namun demikian, harga HET yang ditetapkan tersebut jika mengambil langsung ke kios setiap kecamatan yang sudah ditentukan. Namun jika pupuk tersebut diantarkan ke rumah masing-masing, maka pastinya ada harga lebih.
“Misalkan pakai kuli ad harga berbeda. Jadi saya khawatir harga lebih itu ada ongkos lain, seperti angkut atau kuli,” katanya.
Tak puas dari tanggapan Dispertahorbun dan Asosiasi Distributor pupuk Bangkalan, massa aksi beranjak ke kantor dewan. Mereka mendesak legislatif, agar menggunakan fungsi kontrol kepada dinas terkait.
Ketua Komisi B, Rokib akan mendesak pihak Dispertahorbun dan distributor, untuk segera menyalurkan pupuk subsidi tersebut. Karena pada musim hujan ini tentunya para petani membutuhkan pupuk, agar hasil cocok tanam mereka lebih bagus.
“Dalam bulan ini (November) pihak terkait agar menyalurkan pupuk yang sudah ada di gudang,” tutupnya. (MAHMUD/ROS/VEM)