SAMPANG, koranmadura.com – Belasan aktivis Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Putri Cabang Sampang, melakukan aksi di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, Rabu, 20 Januari 2021.
Mereka menyuarakan agar kasus kekerasan seksual diperhartikan lebih serius, mengingat kasus yang meresahkan masyarakat itu meningkat di wilayah hukum Sampang.
Korlap Aksi Miatul Khoir menyampaikan, pada 7 Januari 2020 lalu, kasus kekerasan seksual di Sampang menimpa korban di bawah umur. Kemudian pihak kepolisian menetapkan enam orang tersangka. Namun dari enam tersangka, dua orang masih dalam proses pengejaran. Sedangkan empat lainnya sudah masuk dalam proses peradilan yakni dua orang sudah menjalani penahanan dan dua orang lainnya menjalani proses persidangan.
“Ada dua terdakwa yakni R dan S yang saat ini menjalani persidangan. Kami khawatir hukuman yang diterapkan lebih ringan terhadap dua terpidana sebelumnya, sebab dua terdakwa R dan S mengaku tidak melakukan hal bejat itu dengan dalih membayar,” ujarnya.
Ditambahkan Ketua KOPRI PC PMII Sampang, Roudatul Jannah menyampaikan, sejatinya hukuman yang baru untuk pelaku kekerasan seksual sudah diberlakukan sebagai upaya memberikan efek jera. Maka dari itu, Kopri meminta Kejari menerapkan aturan PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami berharap kejari berani menerapkan hukuman kebiri kepada pelaku kekerasan seksual yang sudah ditandatangani presiden pada Desember 2020 lalu. Karena yang mampu memberikan hukuman ini justru pihak jaksa. Apakah jaksa di sampang ini tidak berani menerapkan aturan itu,” ungkapnya mendesak.
Di tempat yang sama, Kasi Pidum Kejari Sampang, Budi Darmawan saat menanggapi aksi yang dilakukan aktivis Kopri PMII menyatakan, aturan PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak masih baru disahkan.
Sedangkan kasus kekerasnan seksual di Sampang yang melibatkan enam pelaku sebelumnya pada 10 bulan yang lalu, pihaknya sudah menyelesaikannya. Untuk perkara dua tersangka sudah inkrah, dua perkara pada dua terdakwa dalam persidangan yang prosesnya masih mendatangkan saksi meringankan dan akan berlanjut ke tahap penuntutan. Kemudian dua pelaku lainnya masih menjadi buronan polisi.
“Jadi perlu diingat, untuk perkara anak, kami menjalankan seperdua dari ancaman pidana dewasa. Memang dalam undang-undang perlindungan anak terdapat pidana minimal. Tapi bagi pelaku anak-anak tidak menganut pidana minimal. Bahkan dalam persidangan dilakukan tertutup atau bukan untuk umum. Jadi kenapa kami tidak memberlakukan aturan pidana kebiri, karena memidanakan kebiri ada beberapa hal, apabila perkara yang masuk ke meja Kejari memenuhi syarat. Kalau memenuhi syarat, pasti kami menuntut dengan aturan itu. Karena memidakan kebiri itu akan di ekpos di Kejati bahkan di Kejagung, asal memenuhi persyaratan. Jadi untuk perkara anak, kami akan memberikan keadilan bagi semuanya,” terangnya. (MUHLIS/ROS/VEM)