Oleh : Miqdad Husein
Ketika hasrat demikian menggebu, mengemuka sikap bersikeras untuk mudik menjelang lebaran. Kadang pikiran dan akal sehat tertutup keinginan dan semangat bertemu keluarga di kampung. Bahaya mengancam keselamatan bahkan nyawa tak lagi dipedulikan.
Berbagai cara ditempuh kadang yang tak masuk akal. Memalsukan keterangan bebas Covid-19, mengelabui petugas sampai cara frontal melabrak dan menerobos skat petugas.
Demikian gambaran sebagian dinamika hasrat mudik masyarakat menjelang lebaran tahun ini ketika berhadapan kebijakan larangan mudik pemerintah. Pada sebagian masyarakat larangan dianggap sebagai penghalang melaksanakan silaturrahmi kepada keluarga di kampung. Tentu saja, di sini kebijakan pemerintah dipandang bukan pada sisi positif tapi lebih dikesankan negatif. Menghalangi keinginan bersilaturrahmi.
Berbagai bumbu kemudian mewarnai protes kepada kebijakan pemerintah. Mengaitkan dengan kedatangan TKA yang hanya ratusan dan benar-benar atas dasar kebutuhan profesional. Dan berbagai tudingan tanpa dasar. Pertimbangan utama pemerintah demi keselamatan rakyat agar jauh dari kemungkinan terinfeksi Covid-19 dianggap angin lalu.
Padahal kebijakan pemerintah sepenuhnya demi kepentingan keselamatan masyarakat secara integral. Baik keselamatan kesehatan dan perlindungan terutama keluarga di daerah, agar tidak terinfeksi Covid-19 maupun kepentingan pemulihan kehidupan keseharian terutama dalam bidang ekonomi serta aktivitas lainnya.
Lebih setahun ikhtiar mengendalikan pandemi Covid-19 telah dilakukan pemerintah serta seluruh komponen masyarakat. Fluktuasi penyebaran Covid-19 pun dalam kurun waktu dua bulan terakhir ini memperlihatkan hasil menggembirakan dengan penurunan signifikan. Pelan-pelan aktivitas ekonomi dan lainnya seperti pendidikan mulai diupayakan kembali normal.
Kebijakan larangan mudik bertujuan agar perbaikan tidak mengalami kemunduran kembali dalam bentuk peningkatan jumlah terinfeksi. Upaya kerja keras selama lebih setahun diharapkan tidak sia-sia dan terus makin membaik.
Mudik dan arus balik sebagai kegiatan mobilitas massa dalam jumlah sangat besar bagaimanapun salah satu kondisi yang sangat berbahaya, berpotensi menjadi gelombang besar penyebaran Covid-19. Deretan catatan peningkatan terinfeksi terbukti selalu terkait liburan panjang dan aktivitas pergerakan massal masyarakat.
Mudik yang antara lain mempertemukan masyarakat dari kota dengan di kampung-kampung secara kasat mata memang potensial menjadi peluang penyebaran Covid-19. Mobilitas masyarakat kota, yang rentan terinfeksi, akan sangat mudah menyebar ke masyarakat di kampung-kampung. Jika pergerakan masyarakat dalam jumlah besar tidak terkendali, bukan hal luar biasa jika terjadi penyebaran gelombang kedua, di negeri ini.
India telah memberi pelajaran berharga tentang dasyatnya gelombang kedua penyebaran atau pandemi Covid-19. India bahkan memberi pelajaran sangat terbuka tentang aktivitas keagamaan yang menjadi salah satu pemicu tragedi dasyat Covid-19 belakangan ini.
Memang, ada perbedaan antara festival keagamaan Kumb Lama dengan acara mudik lebaran di negeri ini. Namun, beberapa aktivitas pelaksanaan sebelum dan sesudah lebaran memiliki potensi sama berbahayanya. Sholat taraweh tidak terkendali, yang mengabaikan protokol kesehatan terbukti banyak memicu pembentukan cluster baru. Pelaksanaan sholat Idul Fitri, halal bi halal, silaturrahmi Idul Fitri, jelas merupakan ajang berpotensi membentuk kerumunan.
Di sinilah sekali lagi betapa kebijakan pemerintah terkait larangan mudik ini memiliki urgensi tinggi untuk menyelamatkan masyarakat dari penyebaran massif Covid-19. Upaya pengetatan dan pemeriksaan yang terus dilakukan termasuk saat arus balik, merupakan antisipasi sangat serius mengendalikan pandemi.
Dalam proses arus balik pekan ini, sekali lagi tentu diharapkan kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk bersama-sama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya berusaha mengendalikan pandemi, agar makin menurun. Sederhana saja bagaimana kesertaan aktif ikut menanggulangi pandemi melalui tertib diri melaksanakan protokol kesehatan.
Masyarakat cukup berpikir keselamatan diri, keluarga dan lingkungan terdekat dengan mentaati protokol kesehatan. Itu saja akan berpengaruh besar upaya mengatasi pandemi jika menjadi kesadaran massal. Tidak menantang bahaya dengan bertindak arogan, mengabaikan protokol kesehatan.