SUMENEP, koranmadura.com – Polemik kepanitiaan Pemilihan Kepala Desa Cabbiye, Kecamatan Talango, Pulau Poteran, Sumenep, Madura, Jawa Timur semakin liar. Sebab, ketua panitia diduga dijabat oleh warga dari luar desa tersebut.
Jika itu benar, maka bisa diberhentikan dan diganti warga yang sesuai dengan persyaratan. Proses pergantian hampir sama dengan pembentukan kepanitiaan, yakni dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep Moh. Ramli mengatakan, sesuai aturan yang bisa menjadi Panitia Pilkades merupakan penduduk desa dan memiliki hak pilih.
Bagi warga yang pindah domisili dari desa lain, minimal mereka menetap di desa yang baru selama enam bulan sebelum penetapan daftar pemilih sementara (DPS). Selain itu juga telah berusia minimal 17 tahun pada saat hari pelaksanaan pemilihan atau hari H. “Jadi tidak sekedar penduduk, harus juga memiliki hak pilih,” kata dia saat dikonfirmasi media.
Soal pembentukan Panitia Pilkades Cabbiye kata dia harus dilihat dari kronologi awal, semisal saat pembentukan dinilai oleh BPD telah memenuhi persyaratan, maka legalitas pengangkatan panita sah secara hukum. Namun, apabila ditengah perjalanan saat melaksanakan tugas dan diketahui tidak memenuhi syarat, itu bisa diberhentikan.
Adapun salah satu persyaratan yang bisa menggugurkan sebagai Panitia kata Ramli apabila meninggal dunia dan juga bukan pendudukan desa setempat. Jika itu terjadi, maka BPD harus memberhentikan dan mengangkat penggantinya.
“Kapan bisa dilakukan? Itu bisa dilakukan kapan saja. Hari ini tidak memenuhi persyaratan, ya hari ini diberhentikan,” tegas Ramli.
Sementara legalitas yang diakui sebagai penduduk desa lanjut Ramli bisa dibuktikan dengan adanya dokumen kependudukan yang sah, seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan dokumen yang mendung lainnya.
“Asas legalitas kalau orang luar itu dokumen kependudukan, ada KTP, KK dan lain semacamnya. Ketika berkenaan dengan dokumen (dokumen kependudukan red) saya tidak bisa berandai-andai, (pastikan) apa dokumennya, kapan terbitnya kan seperti itu, yang bisa menajdi panutan penduduk dan punya hak pilih,” ungkap dia.
Ditanya mengenai penggunaan surat keterangan pindah domisili yang dilampirkan saat mendaftar Panita Pilkades sebagaimana yang dikatakan oleh Ketua BPD Cabbiye, Ramli tidak bisa memberikan keterangan secara rinci. Karena dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah surat keterangan tersebut juga masuk sebagai bukti autentik sebagai penduduk desa yang baru atau tidak.
“Bukan kapasitas saya bernilai sebagai penduduk, itu Capil (dinas kependudukan dan cacatan sipil) lah kalau itu,” ungkap dia.
Sementara itu Ikram Dahlan mengatakan, sesuai amatan yang dilakukan ketua Panitia Pilkades belum masuk sebagai daftar pemilih sementara (DPS) Pilkades Cabbiye. Nama itu juga tidak masuk sebagai daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep 2020. “Kalau di DPS (Pilkades Cabbiye) kayaknya belum masuk, tidak tahu nanti di daftar pemilih tambahan, karena sampai saat ini (daftar pemilih tambahan) belum dipajang,” ungkap pria yang juga sebagai Bakal Calon Kepala Desa Cabbiye itu.
Sebagai langkah yang dilakukan untuk mengawal pelaksanaan Pilkades yang transparan kata dia, dirinya telah berkirim surat kepada BPD setempat dengan tembusan salah satunya Bupati Sumenep dan DPMD Sumenep.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Pilkades Cabbiye dijabat oleh warga dari luar desa setempat. Sesuai informasi yang didapat media ini ketua panitia berinisial JK (46) berasal dari Desa Essang, Kecamatan Talango, Pulau Poteran Sumenep.
Versi ketua BPD, JK saat mendaftar sebagai panitia Pilkades Cabbiye melampirkan surat pindah yang diterbitkan desa asal.
Pelaksanaan Pilkades serentak tahun ini bakal digelar pada 8 Juli 2021 dan bakal diikuti sebanyak 86 desa yang tersebar di 20 kecamatan, baik kecamatan di daerah kepulauan maupun daratan. (JUNAIDI/ROS/VEM)