SUMENEP, koranmadura.com – Murakib merupakan salah seorang perajin blangkon di Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Dia mulai menekuni usahanya membuat batik pada tahun 2016 lalu. Saat itu, menurut Murakib, dirinya mendapat orderan dari salah seorang pejabat untuk membuat blangkon.
Saat mendapat orderan pertama kali, Murakib sebetulnya belum begitu handal membuat blangkon. Untungnya dia dibawakan contoh oleh si pemesan. Dari situlah dia terus belajar secara otodidak.
Dari waktu ke waktu, usaha memproduksi blangkon untuk kemudian dipasarkan tidak menunjukkan perkembangan yang begitu menggemberikan. Bahkan sempat vakum.
“Namun setelah kepemimpinan Bapak Fauzi sebagai Bupati Sumenep, budaya lama (kalangan pejabat pakai blangkon, red) dikembangkan kembali. Sehingga ini menjadi motivasi tersendiri, khususnya kepada saya pribadi,” tuturnya dalam bahasa Madura.
Dari situ, sambungnya, dia mulai merekrut kembali pengangguran-pengangguran di sekitarnya agar memiliki pekerjaan, yakni membuat blangkon.
Murakib menyambut baik rencana Bupati Sumenep Achmad Fauzi yang akan mengeluarkan kebijakan mewajibkan ASN memakai blangkon setiap hari Jumat.
“Karena itu akan menjadi keuntungan tersendiri kepada saya dan para pekerja yang ada di sini,” ungkap Murakib.
Apakah pihaknya sanggup memenuhi pesanan blangkon setelah kebijakan Bupati Fauzi diberlakukan, mengingat jumlah ASN di Sumenep mencapai ribuan?
Menurut Murakib tergantung kepada jumlah pekerja. Jika jumlahnya sampai 30 orang, dirinya bisa produksi 50 buah blangkon setiap hari.
Sebelumnya, Bupati Sumenep Achmad Fauzi menyatakan akan mengeluarkan kebijakan baru yang bakal dituangkan dalam peraturan bupati (Perbup).
Kebijakan baru dimaksud terkait seragam aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep, yakni setiap hari Jumat seluruh ASN, sekitar 9 ribu orang (belum termasuk yang non ASN), wajib memakai blangkon hasil perajin di Sumenep. (FATHOL ALIF/ROS/VEM)