JAKARTA, Koranmadura.com – Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) menyuburkan dan melanggengkan dinasti politik di Indonesia.
Hal itu dikatakan Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat 20 Oktober 2023.
Lebih jauh tentang dinasti politik dia menjelaskan, ini sebuah praktik mewariskan kekuasaan politik kepada anggota keluarga atau keturunan pejabat yang telah menduduki jabatan politik sebelumnya.
“Praktek politik dinasti sudah menjadi kebiasaan buruk para politisi yang menjadi ancaman serius terhadap penurunan kualitas demokrasi itu sendiri,” ujarnya.
Hal ini tercermin pula dalam survei Voxpol center yang menemukan mayoritas responden (69,3%) tidak setuju adanya praktik politik dinasti.
Sementara mayoritas lainnya (67,9%) percaya bahwa praktik semacam ini dapat merusak kualitas demokrasi. Bahkan, sebanyak 74,8% responden mendukung adanya regulasi yang membatasi praktik politik dinasti
Dia menyayangkan putusan MK yang mengubah undang-undang syarat usia Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau pernah/sedang menjadi kepala daerah hasil pemilihan secara langsung.
Putusan ini, kata dia, mengabaikan nuansa kebatinan publik dan lebih mementingkan hasrat kekuasaan yang akan menyeret MK dalam pusaran politik destruktif secara internal maupun demokrasi di Indonesia secara keseluruhan.
“Salah satu aspek yang paling mencolok dalam putusan MK adalah ketidaksetaraan dalam demokrasi,” ujarnya.
Dia meneruskan, “Ketika anak seorang presiden maju dalam pemilihan umum, terdapat potensi penyalahgunaan kekuasaan/abuse of power. Terutama karena presiden masih berkuasa dan memegang kendali penuh hingga hari H pencoblosan.”
“Hal ini mengancam prinsip dasar demokrasi yang harus dijunjung, yaitu kesetaraan dalam demokrasi,” imbuhnya.
Menurut dia, putusan MK itu juga memunculkan isu konflik kepentingan yang patut dicermati.
“MK dianggap tenggelam dalam pusaran ketidakjelasan etika, terutama karena pimpinannya memiliki hubungan keluarga dengan presiden,” kata Pangi Chaniago.
Pangi Chaniago menambahkan, salah satu dampak terberat dari putusan MK adalah kredibilitas lembaga tersebut sebagai penjaga konstitusi akan digugat dan dipertanyakan.
“Ketika putusan MK yang diharapkan memulihkan kepercayaan publik justru dianggap merusak kualitas demokrasi, kita harus menghadapi realitas bahwa lembaga ini telah berubah menjadi alat untuk membangun dinasti politik,” pungkasnya. (Sander)