JAKARTA, Koranmadura.com – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menegaskan, bantuan sosial (Bansos) menggunakan uang negara dan bukan karena kedermawanan Presiden Jokowi yang mengajukan anaknya sebagai calon wakil presiden (Cawapres).
Karena itu, Todung Mulya Lubis meminta semua pihak dan tim pendukung Capres-Cawapres untuk tidak mempolitisasi Bansos pada Pilpre 2024.
Hal itu, disampaikan Todung Mulya Lubis di Jakarta, Rabu 3 Januari 2024. Ia menanggapi pemberitaan media terkait pernyataannya yang seolah-olah mengindikasikan, TPN Ganjar-Mahfud meminta penyaluran bansos beras ditunda sampai Pemilu berakhir.
“Ada yang mempersoalkan pernyataan pers saya, beberapa waktu lalu, terkait penyaluran Bansos,” kata Todung.
Dia meneruskan, “Dengan ini saya mengatakan, bahwa pemberitaan mengenai pernyataan saya itu dibuat di luar konteks sebenarnya. Ada missing link di situ.”
“Melalui kesempatan ini, izinkan saya meluruskan isi pemberitaan agar dipahami oleh kita semua,” kata Todung lagi.
Todung menjelaskan, pernyataan yang dikutip tanpa menyertakan konteks dari konferensi pers yang dilakukan TPN Ganjar-Mahfud, pada 29 Desember 2024, di Media Center Cemara, Jakarta dapat menimbulkan salah persepsi di masyarakat, bahkan dipolitisasi pihak tertentu.
Adapun konferensi pers itu dilakukan TPN Ganjar-Mahfud untuk menyikapi beberapa isu yang muncul akhir-akhir ini, seperti kertas suara yang diedarkan secara dini di Taiwan, sinyalemen Mendagri Tito Karnavian mengenai kemungkinan ancaman penembakan terhadap Capres, politik uang, dan kriminalisasi yang terjadi pada proses Pemilu.
Ada juga fenomena politik uang, ketika Gus Miftah di Pamekasan, Madura membagi-bagikan uang kepada santri, sementara ada yang mengangkat gambar Paslon 2, Prabowo-Gibran. Gus Miftah sudah membantah bahwa kegiatan bagi-bagi uang itu bukan kampanye.
Lalu, ada bagi-bagi beras dengan karung bergambar paslon tertentu, bagi-bagi amplop berisi uang dengan amplop paslon tertentu, dan lain-lain.
“Jadi, kami membahas tentang fenomena politik uang dalam berbagai bentuk yang marak terjadi, pada masa kampanye pemilihan presiden,” ujar Todung.
Kriti Zulkifli Hasan
Todung juga menilai, telah politisasi Bansos sehingga ditafsirkan sebagai menguntungkan paslon tertentu.
Hal itu, mengacu pada pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, yang menyebut Bansos itu adalah kebijakan Presiden Jokowi, pemberian Presiden Jokowi, kedermawanan Presiden Jokowi.
Karena itu, mereka yang mendengarkan pidato Zulkifli Hasan diminta untuk memilih Gibran pada Pilpres 2024.
“Apa yang dilakukan Zulkifli Hasan adalah politisasi Bansos untuk kepentingan paslon tertentu,” kata Todung.
Dia melanjutkan, “Ini bukan hanya salah, tetapi jelas apa yang dilakukan oleh Zulkifli Hasan itu bisa disebut politically incorrect, politically wrong and politically unethical.”
Mengacu pada fenomena pembagian bansos, TPN Ganjar-Mahfud menyerukan agar penyaluran Bansos jangan dipolitisasi, apalagi diklaim sebagai bentuk kebaikan hati Presiden Jokowi.
Bansos, kata Todung, merupakan program pemerintah yang diusulkan ke DPR RI, melalui pembahasan, dan disetujui DPR, kemudian disalurkan lewat Kementerian Sosial.
“Jadi, kalau mau diklaim, seharusnya kredit diberikan kepada semua pihak, baik pemerintah dan DPR, yang notabene berkontestasi dalam Pemilu 2024,” ungkap Todung.
Praktisi hukum ini sangat menyayangkan persepsi publik yang diarahkan bahwa bansos ini adalah kebaikan hati pemerintahan Jokowi, yang menguntungkan paslon tertentu.
Tak hanya itu, tanggapan dari TPN Ganjar-Mahfud agar penyaluran bansos sebaiknya tidak disalurkan pada masa kampanye agar tidak dipolitisasi pun dianggap sebagai sikap untuk menghentikan penyaluran bansos. (Gema)