SAMPANG, koranmadura.com – Polemik pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, terus menuai sorotan. Sejumlah aktivis dari berbagai elemen masyarakat melakukan audiensi dengan Komisi I DPRD Sampang guna menuntut kepastian hukum terkait pelaksanaan Pilkades 2025.
Gabungan aktivis tersebut berasal dari Aliansi Pemuda Mahasiswa Sampang (AMPS), Musyawarah Perjuangan Rakyat (Muspera), serta Masyarakat Penyelamat Demokrasi–Teras Rakyat. Mereka menyuarakan aspirasi dan mempertanyakan dasar hukum penundaan Pilkades yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung tahun ini.
Sayangnya, audiensi yang digelar di gedung DPRD Sampang itu tidak dihadiri perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), yang merupakan pihak eksekutif terkait teknis Pilkades.
Mahrus, perwakilan Jaringan Masyarakat Sampang, menuturkan bahwa audiensi ini diinisiasi oleh AMPS karena adanya kesamaan visi dalam menyikapi ketidakpastian pelaksanaan Pilkades. Pihaknya menekankan pentingnya kejelasan regulasi, terutama menyusul terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan UU Desa.
“Kami mempertanyakan apakah Pilkades benar-benar ditunda hingga 2025 sesuai SK Bupati dan Perda yang ada. UU Desa terbaru memang mengatur masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun, tapi tidak menjelaskan adanya penundaan Pilkades,” ujar Mahrus.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Sampang, Mohammad Salim, menyampaikan bahwa pihaknya memahami keresahan publik. Menurutnya, belum ada tindakan konkret karena saat ini pemerintah daerah masih menunggu regulasi turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Nomor 3 Tahun 2024.
“Perda Nomor 4 Tahun 2019 memang masih berlaku, tetapi perlu penyesuaian agar sejalan dengan semangat UU Desa terbaru. Kami juga menunggu Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.3.5.5 Tahun 2024 dijabarkan lebih teknis,” jelasnya.
Salim menambahkan, Komisi I DPRD Sampang berkomitmen mendorong pihak eksekutif untuk segera memberikan kejelasan regulasi terkait Pilkades serentak. Hal ini penting demi menjaga stabilitas demokrasi dan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan di tingkat desa. (MUHLIS/DIK)