JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa seluruh kader PDI Perjuangan adalah petugas partai, tak terkecuali Presi-den Joko Widodo. Seruan Megawati itu dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap Presiden Jokowi yang notabene sebagai pemimpin rakyat Indonesia.
Namun Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menegaskan petugas partai yang diamanatkan dalam AD/ART PDI Perjuangan merupakan sebutan penghormatan atas penugasan kader partai dalam posisi yang strategis, baik di struktural partai, eksekutif, maupun legislatif.
“Seorang kader yang mendapat penugasan dan berhasil duduk di lembaga eksekutif misalnya, hanya terjadi setelah yang bersangkutan melalui proses seleksi, penugasan, dan akhirnya diperjuangkan bersama untuk duduk dalam lembaga terhormat tersebut. Dan banyak orang yang tidak memahami terminologi ini,” kata Hasto di Jakarta, Senin (13/4).
Hasto menjelaskan, istilah petugas partai juga muncul dalam sejarah pergerakan memperoleh kemerdekaan Indonesia. Saat itu PNI bertugas mendidik, menyadarkan, dan memimpin masyarakyat. Mereka yang telah terbukti mampu mengorganisir rakyat, kemudian ditugaskan oleh partai untuk terjun di tengah rakyat.
“Demikian halnya dalam sistem pemilu Indonesia, ketika partai berhasil mendapatkan kepercayaan rakyat dalam pemilu, maka kemudian partai menugaskan kader terbaik-nya untuk menjadi anggota legislatif, dan dapat mengusung calon presiden. Di situlah makna petugas partai juga muncul,” ujarnya.
Mereka yang mendapat sebutan petugas partai, kata Hasto, artinya menjalankan garis kebijakan ideologis partai. “Misal ketika Pak Jokowi mengambil kebijakan menolak impor beras dan lebih memilih meningkatkan kemampuan petani berproduksi adalah contoh keputusan yang harus diambil petugas partai untuk mewujudkan Idonesia yang berdikari dalam pangan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, cercaan belakangan ditujukan kepada Megawati yang meminta kader yang tidak mau disebut ‘petugas partai’ untuk keluar.
Direktur Gaspol Indonesia Virgandhi Prayudantoro menilai tidak pantas Presiden dipanggil sebagai petugas partai.
“ Walaupun kita tahu Jokowi menjadi Presiden diusung dari PDI Perjuangan tetapi beliau sekarang adalah pemimpin rakyat Indonesia yang harus kita hormati dan kita banggakan di atas kepentingan kelompok yang ada,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Airlangga, Haryadi menilai ada cercaan yang terpola terhadap setiap kerja besar PDI Perjua-ngan, mulai dari Rapimnas, Rakernas, dan Kongres.
“Sebagian intelektual yang tak pernah punya perhatian mendalam terhadap PDI Perjuangan pun kerap ikut-ikutan mencerca. Saya melihat seakan ada cercaan yang terpola terhadap setiap kerja besar PDI Perjuangan,” ujarnya.
Menurutnya, latar belakang para pencerca itu cukup bera-gam. Mulai dari elemen kekuatan anti partai, partai pesaing, hingga elemen intelektual instan. Pola cercaan semacam ini, kata dia, sudah berlangsung sejak orde reformasi 1999. “Tepatnya sejak PDI Perjua-ngan selalu menjadi kekuatan partai yang utama di Indonesia. Menariknya adalah semakin dicerca, semakin terkonsolidasi pengorganisasian internal PDI Perjuangan,” katanya.
Haryadi tak memungkiri bahwa PDI Perjuangan mungkin merupakan satu-satunya partai di Indonesia sekarang yang memiliki mekanisme kelembagaan mengakomodasi konflik internal partai dan menyelesaikannya secara damai.
Semua mekanisme kelembagaan itu dikelola dengan wibawa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. “Walau demikian, kepengurusan baru PDI Perjuangan tetap perlu menyaring dan memetakan secara obyektif terhadap kritik yang sifatnya konstruktif,” pungkasnya.
(GAM/ABD)