JAKARTA – Gerakan radikalisme harus terus diwaspadai, karena memiliki agenda terselubung yang bisa memecah belah bangsa Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat adanya politisasi untuk menjadikan agama sebagai tameng demi simpatisan dan dukungan.
Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto mengingatkan, radikalisme yang mengatasnamakan agama menjadi ancaman bersama, baik negara maupun masyarakat Indonesia. “Agama yang semestinya memberikan ajaran tentang perdamaian, karena penyalahgunaan tersebut akhirnya semua dengan seenaknya diputar balik,” ujar Wawan di Jakarta Rabu (29/4).
Dia mengatakan, untuk mencegah terbawa irama gerakan radikal, masyarakat harus memfilter isu yang berkembang. Salah satunya dengan berpegang pada asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) dalam mengartikan ayat-ayat kitab suci, khususnya Alquran. “Agama menjadi kendaraan yang dinilai tepat untuk menjalankan aksi radikalisme karena agama itu sensitif. Apalagi selama ini agama memang sering digunakan untuk mengadu domba,” ujar nya.
Dengan kondisi itu, kata Wawan, citra agama menjadi buruk. Agama yang semestinya memberikan ajaran tentang perdamaian, karena penyalahgunaan tersebut akhirnya diputarbalikan. “Seperti ayat-ayat kitab suci dipotong, sehingga tafsirannya menjadi macam-macam sesuai kepentingan politik mereka. Jadi semua itu karena ulah manusianya, bukan agama,” papar Wawan.
Dia menambahkan, upaya memfilter lainnya adalah harus kritis dengan apa yang terjadi di masyarakat. Lanjutnya, jangan semua ditelan mentah-mentah tanpa menyaring lebih dulu.
Dia menambahkan, wawasan dan networking luas juga penting, sehingga mereka tahu apa target dari gerakan tersebut. “Yang terjadi ayat untuk perang tidak bisa diterapkan di medan damai. Tapi ini dipukul rata sehingga situasi menjadi panas, bahkan sampai terpolari-sasi sehingga menimbulkan image baru, pandangan baru yang cenderung minor dan mendiskreditkan,” ucapnya.
Selama ini, lanjut Wawan, semua yang terjadi akibat isu yang muncul tidak disaring. “Yang terjadi ayat untuk perang tidak bisa diterapkan di medan damai. Tapi ini dipukul rata sehingga situasi menjadi panas bahkan sampai terpolarisasi sehingga menimbulkan image baru,” tuturnya.
(GAM/ABD)