
PROBOLINGGO – Sejumlah warga di Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo, kini sudah tidak direpotkan lagi dengan tingginya harga elpiji. Sebab mereka mengembangkan teknologi tepat guna pengolahan limbah tahu menjadi biogas.
H Akhmad Sidik, pembuat tahu di Kota Probolinggo adalah salah seorang warga yang tak lagi direpotkan dengan urusan membeli elpiji untuk keperluan memasak. Sebab kini dirinya bisa membuat sendiri bahan bakar gas dari limbah proses pembuatan tahu.
Setiap harinya tak kurang dari 30 hingga 40 rumah atau kepala rumah tangga memanfaatkan Pengolahan limbah tahu menjadi gas semacam elpiji yang dioperasikan pertengahan Maret 2015 lalu. Mereka saat ini sudah tidak menggunakan gas elpiji untuk memasak.
“Ini baru tahap awal. Kedepan akan kami kembangkan, agar penerima manfaat lebih banyak. Untuk mewujudkan impian, saya mendatangkan teknisi dari Kabupaten Purwokerto Jawa Tengah dan menggandeng Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (3/5).
Menurutnya, untuk program awal air limbah yang diproses menjadi gas metan baru 40 ribu liter sesuai kapasitas tangki yang dipendam di dalam tanah. Dibanding gas elpiji, gas metan yang dihasilkan limbah tahu ini lebih irit.
Para penggunanya akan menghemat pengeluaran sekitar 40 persen setiap bulan. Apalagi, warga yang memanfaatkan gas limbah tahu tersebut, gratis. Mereka hanya dikenai iuran sebesar kurang lebih 25 persen dari pengeluaran saat menngunakan elpiji.
“Jika dalam sebulan biaya pemakaian gas elpiji Rp 30 ribu, mereka hanya membayar Rp 7.500. Kami bentuk kelompok. Mereka membayar ke kelompok, bukan ke kami. Dana itu untuk biaya perawatan. Kalau nantinya gak ada kerusakan dananya ditabung. Setelah cukup untuk membuat alat seperti ini lagi, ya kami buatkan untuk warga yang lain,”tandas H.Akhmad Sidik.
Limbah tahu ada dua macam, yakni padat dan cair. Untuk limbah padat untuk pakan ternak, sedang limbah yang cair dibuang. Sejak berdiri 1983, kata H.Akhmad Sidik, perusahaan tahu yang diberi nama Proma ini, limbah cairnya dibuang ke sungai.
“Sudah lama kami ingin memanfaatkan limbah cair untuk keluarga dan warga. Baru kesampaian sekarang,”kata Alumni Universitas Brawijaya Malang, jurusan Akutansi.
Salah satu teknisi yang dipercaya merancang alat bio gas, Sutrisno (39), mengatakan air limbah tahu ditampung ditangki yang berkapasitas 40 ribu liter. Ditangki yang ditanam di dalam tanah itulah, bakteri limbah akan berproses membusuk dan terjadi proses penguraian yang pada akhirnya menghasilkan gas metan.
“Prosesnya sederhananya seperti itu. Kalau secara ilmiah, kami enggak bisa menjelaskan, karena kami bukan ahlinya,”terangnya.
Gas metan yang dihasilkan, lanjut dia, disalurkan enampungan yang terbuat dari fiber (gester) yang bisa menampung bio gas sebanyak 30 ribu meter kubik. “Lewat pipa besi, bio gas masuk ke pengaturan dan diteruskan ke rumah atau kompor. Pengaturannya di sini,”lanjut Sutrisno.
Melihat hal itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) melalui Kabid Tata Penaatan Lingkungan, Setyo Rini Sayekti, menjelaskan, kalau bio gas di perusahaan tahu Proma milik H Akhmad Sidik ini merupakan pilot project. Pihaknya memilih pabrik tahu itu, karena dipandang memiliki fungsi strategis.
“Limbah kalau dikelola, menghasilkan energi alternatif, seperti limbah tahu di sini. Kalau langsung dibuang, kan mencemari lingkungan,” katanya.
Jika pilot proyek ini berhasil, kedepannya tidak menutup kemungkinan akan ditularkan ke pabrik tahu yang lain di wilayahnya.
“Kalau pengelolaan di sini menjadi best paractise, kami sebarkan ke pabrik tahu yang lain. Ini masih pendampingan kok, belum selesai,”papar Setyo Rini Sayekti.
(M. HISBULLAH HUDA)